ALKITAB YANG DIBAWA SERTA PENGIRIM SURAT BERKUDA
(Amerika Serikat, 1860-1861)
Rombongan berkuda itu berhenti pada lereng
sebuah bukit kecil. Jalan sempit yang
sedang mereka ikuti itu terus menanjak sampai
ke puncak, lalu menghilang di
lembah sebelah sana.
Seorang pemuda bernama Charles Martin turun
dari kudanya. "Tunggu dulu di sini!"
perintahnya.
Anggota-anggota lainnya dari rombongan
berkuda itu adalah pria-pria dewasa.
Namun tanpa menggerutu mereka menuruti
perintah pemuda itu. Sudah lebih dari
satu kali, nyawa mereka semua terselamatkan
berkat kewaspadaan si Charles yang
menjadi petunjuk suatu jalan mereka. Ia tidak
akan membiarkan mereka terjebak
memasuki suatu lembah yang mungkin dikuasai
oleh segerombolan perampok atau suku
indian Apache yang garang. Sebagai seorang
pemuda koboi yang dibesarkan di
wilayah sebelah barat Amerika yang luas dan
belum beradab itu, Charles Martin
merasa bertanggung jawab atas orang-orang
dari kota yang telah mempercayakan
diri mereka kepadanya.
Saat ini si Charles mendaki bukit sendirian,
tanpa menimbulkan bunyi sedikit
pun. Dekat puncak bukit ini, ia bersembunyi
sejenak di belakang sebuah pohon
yang kerdil. Lalu ia tidak kelihatan lagi.
Tetapi tidak lama kemudian, ia muncul
kembali, lari ke bawah, dan melompat ke
pelananya. "Cukup aman sejauh mataku
dapat melihat," katanya cepat. Maka
rombongan berkuda itu mulai maju lagi.
Malam itu para penunggang kuda berkemah di
sebuah lembah yang terpencil. Si
Charles memasak untuk mereka semua; api yang
dinyalakannya begitu kecil,
sehingga sedikit sekali asap yang
mengepul-ngepul ke atas . . . . Siapa
tahu, mungkin ada mata jahil yang sedang
mengawasi tempat perkemahan mereka.
Bulan bersinar; malam itu cukup hangat. Api
unggun pelan-pelan padam sampai
tinggal baranya saja. Kebanyakan anggota
rombongan berkuda itu meringkuk di
bawah selimut mereka masing-masing, siap
untuk tidur. Tetapi salah seorang di
antara mereka menuntun temannya ke samping
untuk bercakap-cakap sebentar.
Temannya itu seorang pria yang tinggi besar dan
berjenggot panjang.
"Puas, Pak Majors?" tanyanya kepada
pria berjenggot itu.
"Ya, lebih dari puas!" jawab Pak
Majors seraya mengangguk. "Aku telah mendengar
bahwa di seluruh wilayah sebelah barat
Amerika ini, tidak ada koboi yang lebih
hebat daripada si Charles, dan sekarang aku
pun percaya. Coba bayangkan
bagaimana ia meloloskan kita dari bahaya
kemarin. Ya, Charles Martinlah
orangnya, . . . . asal ia mau bekerja pada
kami."
Pada waktu perjalanan yang lama dan
meletihkan itu sudah berakhir, Pak Majors
mengajak Charles Martin berunding.
"Charles," katanya, "tahukah
engkau bagaimana sepucuk surat dari kota New York
di pantai timur sampai ke kota San Francisco
di pantai barat?"
Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kami di wilayah sebelah barat ini
jarang sekali berurusan dengan surat,
Pak."
Pak Majors tersenyum. "Tetapi
sebaliknya, penduduk Amerika Serikat di daerah-daerah
lain sering berurusan dengan surat. Soalnya,
selalu memakan waktu berminggu-minggu
atau berbulan-bulan lamanya, baru sepucuk
dari sebelah timur dapat tiba di
sebelah barat."
"Lho! Kalau naik kuda, bisa pergi jauh
sekali dalam waktu satu bulan, Pak," kata
Charles.
"Betul!" Tetapi surat-surat itu
tidak diantar dengan naik kuda. Surat-surat itu
harus naik kapal sampai ke pelabuhan di
pantai Panama, lalu diturunkan dari
kapal dan dibawa melintasi tanah genting
sampai ke pelabuhan lagi, kemudian
kembali naik kapal ke Kalifornia. Nah, aku
punya gagasan baru tentang cara yang
lebih cepat untuk mengantar surat. Dan aku
ingin engkau membantu cara baru itu,
Charles."
Dengan penuh perhatian Charles Martin
mendengarkan Pak Majors menjelaskan
gagasan baru itu.
"Sudah ada kereta api dari pantai timur
sampai ke pedalaman Amerika Serikat,"
kata Pak Majors. "Dari ujung rel kereta
api itu, aku ingin menyiapkan para
penunggang kuda yang masih muda dan yang
sangat berani. Seperti perlombaan
estafet, mereka harus bekerja sama, terus
berjalan siang dan malam, apakah hari
cerah atau hari hujan. Tidak boleh ada apapun
juga yang menghalangi mereka!
Sepucuk surat yang dikirim dari New York
harus dapat sampai ke San Fransisco
dalam waktu sepuluh hari saja."
Mata Charles terbelalak "Sepuluh hari
naik kuda!"
"Bukan! Jumlah semuanya sepuluh hari,
termasuk waktu di kereta api itu.
"Hmmm, . . ." Nampaknya si Charles
mencium kemungkinan petualangan yang
baru "Pasti sudah ada rencana, ya,
Pak?"
"Sudah. Kami akan mendirikan dua ratus
pos pergantian kuda, dengan lima ratus
kuda yang larinya paling kencang, serta
delapan puluh penunggang kuda. "Pria
besar yang berjenggot panjang itu berhenti
sebentar dan menatap Charles Martin.
"Dan belum cukuplah bila para penunggang
kuda itu berani. Mengantar surat adalah
tanggung jawab yang penting. Pemuda-pemuda
itu tidak boleh berkelahi, tidak
boleh berjudi, tidak boleh bermabuk-mabukan.
Mereka harus jujur dan setia
selalu."
Kelihatannya Charles Martin semakin tertarik.
"Berbahaya sekali tugas semacam itu,
Charles!" Pak Majors memperingatkan.
"Apakah engkau berminat?"
"Barangkali," jawab Charles.
Pak Majors lalu membentangkan sehelai peta
yang kasar di atas meja. "Kami hanya
ingin pakai orang-orang yang terpilih saja.
Bagaimana kalau kau yang mencarikan
penunggang kuda bagi kami di seluruh dunia
ini? Lalu tugasmu selanjutnya ialah,
. . . mengantar surat dari sini . . . ke
sini." Ia menunjuk tempat-tempat
itu di peta.
"Rasanya tidak begitu jauh perjalanan
itu, Pak," si Charles berkomentar.
"Tetapi bagaimana kalau malam hari?
Bagaimana kalau musim salju?" Pak Majors
melirik lagi ke wajah Charles.
"Pokoknya, surat itu harus selalu tiba, tepat
pada waktunya! Biar turun hujan atau salju,
biar sedang masa kekeringan atau
peperangan, biar ada gangguan dari suku
Indian yang garang atau gerombolan
perampok, surat itu harus selalu tiba, tepat
pada waktunya. Penunggang yang
mendahuluimu harus tiba di pos pergantian
sehingga kantung surat dapat
diserahkan sebelum kudanya berhenti. Lalu
engkau harus segera berangkat,
berpacu-pacu menuju pos pergantian kuda yang
berikutnya."
Charles tersenyum. Rupa-rupanya ia memang
semakin tertarik.
"Masih ada hal lain lagi," tambah
Pak Majors. "Perusahaan kami hanya ingin
mempekerjakan orang-orang yang berwatak baik.
Tiap penunggang kuda harus rela
menandatangani perjanjian ini." Lalu ia
meletakkan sehelai kertas di atas meja.
Tulisan di atas jelas. "Bacalah
baik-baik, Charles!" katanya.
Si Charles membaca dengan suara keras:
"Aku berjanji, dengan bersumpah di
hadapan Tuhan Yang Mahabesar, bahwa selama
aku menjadi pegawai perusahaan ini:
Aku tidak akan mengucapkan kata-kata kotor,
tidak akan mencicipi minuman keras,
dan tidak akan bercekcok atau berkelahi
dengan pegawai lain; sebaliknya, aku
akan berlaku jujur, menunaikan tugasku dengan
rajin, dan mencari nama baik dari
majikanku. Semoga Tuhan menolong aku supaya
tetap setia kepada janji ini!"
Tegas sekali syarat-syarat perjanjian itu!
Kebanyakan koboi di wilayah sebelah
barat justru suka melakukan hal-hal yang
dilarang olehnya.
"Mengantar surat itu tugas yang
penting," kata Pak Majors pelan-pelan. "Kami
tidak mau mengambil resiko dengan orang-orang
yang lemah wataknya. Kami tidak
ingin ada seorang pengantar pos kami yang
berkelakuan seolah-olah ia tak
bertuhan."
Si Charles merenungkannya sejenak, lalu
berkata: "Aku rela bersumpah, Pak. Janji
itu tidak terlalu berat."
"Pada saat pemuda yang kurus tetapi kuat
itu menandatangani kertas yang
dibentangkan di depannya, mata Pak Majors
berbinar-binar tanda puas. Lalu
majikan itu pun mengeluarkan tiga macam bekal
perjalanan yang diperlihatkannya
di samping kertas tadi. Yang satu adalah
sebuah pistol; yang satunya lagi,
sebilah pisau; dan yang ketiga, sebuah
Alkitab ukuran saku yang dijilid kuat-kuat
dengan kulit binatang.
"Senjata yang berat-berat tidak mungkin
dapat kaubawa dengan naik kuda, Charles,
Pak Majors menjelaskan. "Mudah-mudahan
kedua macam senjata yang kami jatahkan
kepadamu ini akan cukup ampuh. Tetapi mungkin
yang penting ialah, . . .
bekal yang ketiga ini."
Pak Majors mengangkat Alkitab itu sambil
melanjutkan: "Kami tidak mengharuskan
pengantar pos kami berjanji akan membaca Alkitab,
Charles. Tiap orang bebas
memilih agama untuk dirinya sendiri. Tetapi
bawalah Kitab Suci yang kecil ini
besertamu, ya? Dan jikalau engkau membacanya,
pasti hal itu akan memudahkan
engkau menepati janjimu tadi."
Berkali-kali Pak Majors mengadakan wawancara
dengan pemuda-pemuda yang melamar
pekerjaan mengantar surat lewat Ekspres
Berkuda. Akhirnya ia selesai memilih.
Semua pemuda yang terpilih telah
menandatangani perjanjian itu. Dan semuanya
telah diberi tiga macam bekal perjalanan yang
sama.
Tibalah tanggal 3 April 1860, hari permulaan
Expres Berkuda. Celaka! Kereta api
dari pantai timur itu datangnya terlambat di
pedalaman Amerika Serikat. Namun
surat-surat segera diturunkan dari gerbong
pos serta dimasukkan ke dalam kantung
pelana. Lalu pemuda yang sudah ditunjuk untuk
jarak pertama itu berangkat
seperti joki di lapangan pacuan kuda.
Hari telah sore; . . . lalu malam pun tiba.
Empat kali penunggang kuda itu
turun dari pelana selama beberapa detik saja,
supaya petugas di pos pergantian
dapat menolong dia menaiki seekor kuda baru
yang masih segar. Setelah ia
bepergian sejak 20 kilometer, tahu-tahu
pengantar pos kedua muncul di sampingnya
dalam kegelapan malam. Kedua kuda itu
mencongklang bersama-sama pada jalan
berbatu, selama kantung pelana pindah tangan.
Dan surat-surat itu pun berjalan
terus!
Dalam waktu seminggu saja, surat-surat yang
dikirim lewat Expres Berkuda itu
dibawa sejauh 3.200 kolometer! Kadang-kadang
ada penunggang kuda yang tiba di
suatu pos pergantian, lalu ia mendapati
pengantar surat yang seharusnya
menggantikan dia itu tiba-tiba jatuh sakit,
atau terluka berat oleh serangan
penjahat, ataupun sudah mati dibunuh. Namun
surat-surat itu masih tetap di
menuju tempat sialamat: Pengantar yang sudah
capai itu terpaksa harus tahan
perjalanan yang lebih jauh dan lebih
meletihkan lagi, sampai akhirnya ia
berhasil mencapai suatu tempat di mana ada
kawan sekerjanya yang sanggup
menerima dan meneruskan kantung pelana berisi
surat itu.
Maka demikianlah kisah Expres Berkuda yang
penuh petualangan itu. Walau disengat
terik matahari, walau diguyur hujan lebat,
melalui segala peredaraan musim, para
penunggang kuda yang berani itu tetap
menunaikan tugas mereka. Si Charles dan
teman-temannya yang masih muda itu tidak
pernah gagal menyampaikan surat-surat
ke tempat tujuannya.
Pada waktu-waktu senggang yang mereka lewati
sebelum dan sesudah perjalanan
mereka yang penuh marabahaya, para pemberani
muda itu memang terbukti hidup
sesuai dengan perjanjian dan sumpah mereka.
Dan tidak sedikit di antara mereka
mendapat penghiburan dan pertolongan dari
Buku kecil ukuran saku yang selalu
dibawa serta sepanjang perjalanan Expres
Berkuda.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar