Sabtu, 12 Juli 2014
FILSUF EKSISTENSIALIS YANG MENANTANG GEREJA (SOREN KIERKEGAARD)
karyadim642.blogspot.com |
Mengapa saya ada? Apa tujuan hidup saya? Apa makna kehidupan yang
ada pada saya ini? Itulah sejumlah pertanyaan yang berkenaan dengan
keberadaan diri. Dalam filsafat, pertanyan tersebut merupakan
pertanyaan yang bersifat eksistensialisme.
Smith dan Raeper menyebutkan bahwa filsafat eksistensialisme ini
merupakan filsafat para pemberontak. Eksistensialisme dipusatkan
pada diri individu dan masalah-masalah eksistensi. Kata-kata kunci
yang sering kembali dalam tulisan-tulisan para eksistensialis ialah
kebebasan, individualitas, tanggung jawab, dan pilihan. Oleh karena
itu, filsafat ini cenderung bersifat subjektif; menyangkut saya dan
bagaimana saya hidup.
Ada tiga filsuf eksistensialis yang terbesar, yaitu Soren
Kierkegaard (1813 -- 1855), Martin Heidegger (1889 -- 1976), dan
Jean Paul Sartre (1905 -- 1980). Dari ketiganya, Kierkegaard
dianggap sebagai pelopor filsafat ini, bapak eksistensialisme.
KIERKEGAARD DAN TRAGEDI
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai
anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen
Kierkegaard, merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian,
dan makanan. Ia menikahi Ane Sorendatter Lund, seorang pembantu yang
tidak pernah memperoleh pendidikan; istri pertamanya meninggal dua
tahun setelah pernikahan mereka.
Setelah mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di
Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas
Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren Aabye
Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh
seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi
gurunya di sana.
Ada banyak tragedi yang di sekitar pria yang juga menguasai bahasa
Latin, bahasa Yunani, sejarah, matematika, sains, dan filsafat ini.
Tragedi pertama menyangkut ayahnya yang merasa tidak pernah lepas
dari dosa mengutuk Tuhan. Hidupnya juga menyimpan skandal dengan
pembantu rumah tangganya yang kemudian menjadi istri keduanya. Lalu,
saudara-saudara Kierkegaard banyak yang meninggal ketika masih
begitu muda. Dua kakaknya, satu lelaki dan satu perempuan, meninggal
sebelum ia berusia sembilan tahun. Tiga kakaknya yang lain, dua
perempuan dan satu lelaki, meninggal sebelum ia berusia 21 tahun.
Kakak tertuanya, Peter, akhirnya memilih hidup sebagai seorang
uskup. Kierkegaard sendiri tidak pernah menikah seumur hidupnya.
Ia membatalkan pertunangannya dengan Regina Olsen.
Meski demikian, talentanya yang luar biasa sudah muncul ketika
menuliskan "Journals", salah satu karya terbaiknya yang pernah
diterbitkan. Ia mulai menulis karya tersebut ketika berusia dua
puluh tahun. Mungkin bakatnya mulai terasah ketika turut
mendengarkan diskusi mengenai filsafat Jerman yang sering dilakukan
ayahnya di rumah mereka.
KIERKEGAARD DAN KRITIK TERHADAP GEREJA
Salah satu karya Kierkegaard yang tajam dihasilkannya menjelang
akhir hayatnya. Peter Vardy, seorang dosen Filsafat Agama di
Heythrope College, University of London, menganggap tulisan-tulisan
Kierkegaard yang dikumpulkan dalam buku "Attack upon Christendom"
merupakan kecaman paling keras yang pernah ditulis. Setidaknya,
sepuluh artikel termuat di dalamnya sebagai kritik terhadap gereja
yang dianggap Kierkegaard sudah melenceng dari hakikat gereja yang
semestinya.
Kecaman Kierkegaard tersebut dipicu oleh pernyataan Profesor
Martensen dalam pemakaman Uskup Mynster yang dinilainya sebagai
upaya menarik perhatian masyarakat guna mendapatkan posisi sebagai
uskup. Kecamannya ini semula ditujukan bagi Martensen, namun
berkembang menjadi kritik terhadap seluruh gereja.
Dalam kecaman tersebut, Kierkegaard menganggap para imam dan gereja
tidak lagi mewartakan Injil Kristus, tetapi mewartakan pesan
kemapanan dan kegembiraan. Gereja justru memberikan rasa aman,
penghargaan, dan kedudukan dalam masyarakat. Ia melihat gereja sudah
mempermainkan Allah dengan memberitakan sesuatu yang menyimpang dari
kekristenan Perjanjian Baru (PB).
Salah satu artikel yang berjudul "Judge for Yourself" mendorong
pembacanya untuk beribadah di gereja dan mempertimbangkan sendiri
apakah yang diwartakan sama dengan kekristenan PB yang mencakup
keterlibatan sepenuh hati, komitmen, dan dedikasi total.
"Dunia Kristen" bukanlah Gereja Kristus ... dalam pengertian
bagaimanapun juga. Tidak, saya katakan bahwa "Dunia Kristen"
adalah omong kosong yang melekat pada Kristianitas seperti sarang
laba-laba yang melekat di pohon, begitu eratnya sehingga sekarang
ingin dianggap sebagai Kristianitas .... Bentuk keberadaan yang
telah ditunjukkan oleh jutaan "Dunia Kristen" tidak berhubungan
sama sekali dengan Perjanjian Baru." (Attack upon Christendom
192)
Kecaman Kierkegaard yang kian keras menimbulkan reaksi balik dari
pihak gereja. Diaken Bloch mengancamnya dengan sanksi gereja. Namun,
Kierkegaard menanggapi lewat tulisannya:
"Bila saya tidak mengubah diri, Sang Diaken akan menghukum saya
dengan sanksi gereja. Lalu bagaimana? Hukuman itu memang
direncanakan dengan kejam; sebegitu kejamnya sehingga saya
mengatakan para para wanita untuk menyediakan obat amonia agar
mereka tidak pingsan sewaktu mendengarnya. Bila saya tidak
mengubah diri, pintu gereja akan tertutup bagi saya. Mengerikan!
Jadi, bila saya tidak mengubah diri, saya akan sendirian di luar
pintu, dan pada hari Minggu saya tidak dapat lagi mendengarkan
kefasihan bicara para saksi kebenaran." (Attack upon Christendom
47)
Bagi Kierkegaard, ibadah yang benar hanya "terletak pada pelaksanaan
kehendak Allah" dan gereja tidak mutlak diperlukan untuk itu. Ini
tidak berarti bahwa ia mendukung penghapusan gereja Kristus. Ia
justru mengemukakan bahaya yang diakibatkan oleh keputusan untuk
menetapkan lembaga gereja sebagai pengganti gereja Kristus. Dan ia
melihat tugasnya sebagai memperkenalkan kembali kekristenan ke dalam
dunia Kristen. Ia sepenuhnya sadar bahwa keselamatan tidak
bergantung pada perintah para imam, tetapi pada perintah Allah.
Kierkegaard beranggapan, jauh lebih baik untuk menyerang dan menolak
kekristenan daripada turut serta dalam mengejek kekristenan dalam
kebobrokan yang ditunjukkan gereja.
KARYA-KARYA KIERKEGAARD LAINNYA
Kierkegaard banyak menghasilkan karya tulis di sepanjang hidupnya.
Meskipun pada mulanya berbagai tulisannya tidak terlalu
diperhatikan, pada masa-masa berikutnya, karya-karyanya tersebut
mempengaruhi banyak tokoh lain. Sebut saja Heidegger, Sartre, bahkan
para teolog abad dua puluh seperti Karl Barth, Rudolf Bultmann, Paul
Tillich, dan Dietriech Bonhoeffer.
Pada dasarnya, karya-karya Kierkegaard dapat dikelompokkan dalam dua
periode. Periode pertama ditulis antara 1841 dan 1845. Sebagian
besar bernuansa filosofis dan estetis, beberapa ditulis dalam nama
samaran, Johannes Climacus.
Karya-karya dalam periode ini ialah
"The Concept of Irony with Constant Reference to Socrates" (1841),
"Either/Or" (1843),
"Fear and Trembling" (1842),
"The Concept of Dread" (1844),
"Stages on Life's Way (1844),
"Philosophical Fragments"(1844),
"Concluding Unscientific Postscript to the Philosophical Fragments" (1846),
dan sejumlah "Edifying Discourses".
Periode kedua dalam kepenulisannya lebih ditekankan pada
kekristenan. Pada masa ini, tulisan-tulisannya banyak ditujukan pada
gereja. Karya-karya yang ia hasilkan pada masa ini ialah "Works of
Love" (1847), "Christian Discourses" (1848), dan "Training in
Christianity" (1850). Sementara itu, "Journal" terus ia tulis sampai
akhir hayatnya.
Berikut ringkasan sejumlah karyanya.
- Either/Or (Enten/Eller) - 1843
Buku ini terdiri dari dua bagian yang mempertentangkan pandangan
hidup yang estetis dengan yang etis. Karya yang panjang ini
menampilkan catatan-catatan pribadi, esai-esai dan
percobaan-percobaan psikologis untuk menggoda ahli estetika serta
serangkaian surat yang ditulis seorang hakim kepada ahli estetika
yang menyanjung sisi positif pernikahan dan kehidupan etis.
Struktur dialektis karya ini tidak memberikan penyelesaian, atau
"sintesis" dalam konsep Hegelian, untuk dua pandangan hidup yang
bertentangan. Karya ini berfungsi baik sebagai kritik maupun
parodi terhadap filsafat Hegelian.
- Fear and Trembling (Frygt og Baeven) - 1844
Mengambil contoh pegorbanan Ishak oleh Abraham untuk menyelidiki
penundaan etika teleologi (ajaran atau kepercayaan bahwa segala
tindakan disebabkan karena adanya tujuan yang ingin dicapai). Hal
ini merupakan kebutuhan akan ketaatan mutlak terhadap perintah
Allah meskipun perintah itu tidak masuk akal atau tidak bermoral.
- Philosophical Fragments (Philosophiske Smuler) - 1844
Melalui karya ini, Kierkegaard memerinci elemen subjektif yang
diperlukan dalam mendapatkan pengetahuan dengan menelusuri doktrin
inkarnasi dan apakah kebahagiaan abadi dapat didasarkan pada
peristiwa sejarah.
- Concluding Unscientific Postscript (Afsluttende uvidenskabelig
Efterskrift) - 1845
Sambungan Philosophical Fragments yang berpendapat bahwa semua
kebenaran harus secara subjektif cocok dan tidak ada jaminan
adanya pengetahuan objektif. Kierkegaard mengangkat Kristus, tokoh
yang penuh paradoks, yang adalah manusia dan Allah. Ia menekankan
bahwa hal ini tidak dapat dipahami secara logis (sebagaimana dalam
sintesa Hegel. Seseorang hanya bisa memiliki sebuah komitmen yang
subjektif yang sungguh-sungguh terhadap kepercayaan ini atau
kepercayaan lain.
- Works Of Love (Kjerlighedens Gjerninger) - 1846
Sebuah esei yang meneliti perintah "Kasihilah sesamamu seperti kau
mengasihi dirimu sendiri'. Karya itu menekankan kualitas cinta
yang tak terlukiskan, meneliti siapakah 'sesama' dan bagaimana
cinta sejati (tidak egois) hanya mungkin didapat jika kita
mengenal Tuhan dan menjadi wujud alami iman.
- Practice in Christianity (Indøvelse I Christendom) - 1850
Karya ini merupakan serangan yang murni dilancarkan Kierkegaard,
ditujukan kepada gereja mapan yang mencoba meminimalisir serangan
dalam rangka melayani dunia. Melalui karya ini, ia hendak
memperkenalkan kembali kekristenan PB kepada dunia Kristen.
- The Changelessness of God: A Discourse (Guds Uforanderlighed. En
Tale) - 1855
Karya yang didasarkan pada khotbah tentang Yakobus 1:17 ini memuji
ketetapan Tuhan dan mendorong pembaca untuk mengikut Dia. Tapi
pembaca juga diingatkan untuk berhati-hati dalam bertindak karena
mereka akan diadili oleh Tuhan dengan ketetapan tak tergoyahkan
yang sama.
AKHIR HAYAT
Meskipun melancarkan kritik yang sangat keras terhadap gereja, ia
tetap berkunjung ke gereja. Tidak untuk menghadiri ibadah. Ia hanya
duduk di luar gereja dengan tenang pada hari Minggu. Namun, ia tetap
memberikan perpuluhan kepada gereja.
Ketika ia hendak pulang ke rumah dengan uang terakhir yang
dimilikinya, Kierkegaard terjatuh tak sadarkan diri. Ia dibawa ke
rumah sakit dan meninggal lima minggu kemudian. Ia meninggal pada
tanggal 11 November 1855. Pemakaman Kierkegaard tidak dihadiri oleh
pendeta manapun. Hanya dua orang sepenting Peter, saudara
laki-lakinya yang telah menjadi uskup, dan dekan dari sebuah
katedral.
Langganan:
Postingan (Atom)