karyadim642.blogsot.com |
Diambil dari
sebuah kisah nyata di Amerika Serikat, dan sebuah kisah nyata dalam kehidupan
kita.
Love suffers long and is kind; love does not envy; love does
not parade itself, is not puffed up; does not behave rudely, does not seek its
own, is not provoked, thinks no evil; does not rejoice in iniquity, but
rejoices in the truth; bears all things, believes all things, hopes all things,
endures all things.. 1 Corinthians
13:4-7 (NKJV)
Adalah seorang muda yang taat berdoa yang
masih berpacaran dengan seorang gadis muda juga yang baik hati. Kedua orang ini
adalah dua konglomerat kaya. Sebelumnya merekapun selalu berdoa,
“Tuhan
berikanlah aku pasangan yang menurut Engkau terbaik...”
Setelah
mereka menikah, keadaan berubah. Maksudnya, doanya berubah menjadi,
“Tuhan,
berikanlah kami anak yang terbaik buat kami.”
Tetapi
setelah 7 tahun mereka menikah, mereka tidak mempunyai anak.
Setelah mereka berdoa dan berdoa, akhirnya
mereka mempunyai anak.
Dan
doa mereka berubah lagi, “Tuhan, biarlah anak ini menjadi anak yang terbaik
bagi kami.”
Dan
benar, setelah 9 bulan istrinya mengandung, lalu lahirlah seorang anak bagi
mereka.
“Anak
laki-laki, pak,” kata dokternya. Sang ayah langsung melonjak kegirangan.
Tetapi setelah 3 hari, sang dokter memanggil
si ayah ke rumah sakit. Lalu si dokter berkata, ”Pak, dengan berat hati saya
harus menyampaikan kabar buruk kepada anda.”
Si ayah
membalas, “Kabar apapun, saya siap menerimanya, pak dokter. Saya siap
menghadapi yang terburuk” dan dokter menjelaskan ”Dan hal yang buruk itu
adalah, bahwa putra anda tidak akan bertumbuh dengan normal seperti anak-anak
yang lain,”.
”Apa maksud
dokter?” si ayah bertanya.
Dokter
melanjutkan, ”Putra anda menderita sesuatu kecacatan yang tidak dapat
disembuhkan. Yaitu cacat mental yang serius.”
Sang
ayah lalu menitikan air mata dan berkata sambil berdoa, “Tuhan, apapun yang
Engkau berikan kepadaku, aku tahu semuanya baik dan Engkau tidak pernah
mencelakakan anak-anakMu.”
But above all these things put on love, which
is the bond of perfection. Colossians
3:14 (NKJV)
Sejak itu, kedua
orang tua itu membeli ranjang bayi khusus anak mereka dan ditaruh di samping
ranjang mereka berdua. Mereka selalu kesulitan untuk mengurus anak mereka
tersebut, tetapi mereka menanggung semuanya itu. Beranjak keluar dari umur
batita, mereka membuatkan kamar khusus untuk anak mereka tersebut.
Anak itu menjadi anak yang sangat istimewa dan
menjadi anak mereka satu-satunya. Mereka memberikannya segala yang dia mau dan
dia perlukan. Mainan macam-macam, komputer, boneka, dan lain-lain. Dan jika si
ayah selesai pulang kerja, ia selalu mengajak si anak bermain. Dengan mainan
yang ada atau jika ayahnya membawa mainan yang baru untuk anaknya.
Setiap ayahnya pergi keluar misalkan untuk
berpesta dengan rekan kerjanya atau teman-temannya yang sedang berbahagia, ia
selalu membawa serta istri dan anaknya. Dan di depan rekan-rekan kerjanya atau
teman-temannya, ia selalu membanggakan anaknya. 'Woi anak gw nih… ganteng kan
?' Selalu ia mengatakan demikian, karena ia tahu, anaknya ini adalah anugerah
Allah yang terbesar dalam dirinya.. Dan ia sangat mengasihi anak ini, karena
ini anaknya. Meskipun dia cacat.
Tetapi setelah anak itu bertumbuh makin
dewasa, kecacatannya semakin kelihatan. Kemampuan komunikasinya kurang, jika
terjemur matahari sebentar mulutnya akan keluar busa, dan jika sedang berbicara
kadang air liurnya menetes.
Tetapi
meskipun begitu, kedua orang tua tetap sangat sangat menyayangi anak mereka
yang cacat itu.
Suatu hari, pagi-pagi sekali anak cacat ini
sudah bangun, sekitar pukul 4.30. Dalam pikirannya, 'Hari ini, aku pengen buat
sarapan yang speeeeeesial buat papa.'
Setelah doa pagi,
ia pergi menuju dapur. Ia mengambil potong roti, lalu menaruhnya dalam oven,
dan menyetel waktunya sampai 10 menit. Tentu saja hasilnya gosong. Setelah
bunyi 'ting', maka anak cacat itu menaruhnya di atas sebuah piring. Lalu ia
mengoleskan selai kacang keju yang (amat) sangat banyak, sambil berpikir,
'Harus kasih yang baaaaanyak buat papa, biar ueeeeenak rasanya'.
Setelah itu, ia berlari ke kulkas, karena ayam
sudah mulai berkokok, lalu mengambil sebutir telur. Dan lalu memanaskan panci
di atas kompor, lalu memecahkan telur tersebut dan menuangkan isinya ke dalam
panci tersebut, dan langsung menaruhnya di atas piring yang lain, sambil
berpikir,
'Kalo aku buatnya
cepet, pasti papa seneng, karena gak perlu nunggu lama.' Dan lalu ia bergegas
mengambil cangkir, dan mengambil toples kopi bubuk. Jika kita hanya membutuhkan
2 sendok teh, anak cacat ini memakai 5 sendok teh kopi bubuk, sambil berpikir,
'Kalau 2 sendok teh saja sudah harum, apalagi 5, pasti papa suka.' Jadilah kopi
yang terasa seperti kopi tua itu.
Lalu si anak cacat ini mengambil nampan, lalu
dengan hati-hati tanpa menimbulkan bunyi macam-macam, menaruh semua piring yang
di atasnya ada roti gosong dan telur mentah dan cangkir kopi tua tersebut, dan
menuju kamar ayahnya. Lalu ia membangunkan ayahnya, dan lalu berkata begini,
' Papa , bangun
dong, aku udah buat sarapan yang spesiaaaaaaaal buat papa.'
Lalu ayahnya
bangun dan melihat dan menghirup aroma 'sedap' dari roti gosong, telur mentah
dan kopi tua tersebut.
'Wah pasti enak
nih.'
Sebelum si ayah
melipat tangannya untuk berdoa, si anak berkata, 'Pa, kali ini aku doain
makanan ini buat papa ya, ' kan biasanya papa yang doain. OK ya papa?'
Sebelum
ayahnya sempat mengangguk, si anak cacat ini sudah melanjutkan,
'
Papa ikutin ya: Tuhan Yesus, terima kasih, atas makanan ini, yang telah Tuhan
sediakan. Terima kasih Tuhan, amin.'
Lalu ayahnya
mecoba roti gosong tersebut, dan setelah ayahnya mengunyah gigitan pertama, si
anak cacat dengan polosnya bertanya,
'Enak kan pa?'
'Iya, enaaaak
sekali,' lalu melanjutkan makan.
Setelah roti
tersebut habis, ia memakan telur mentah tersebut. Dan si anak bertanya,
'Telurnya enak
kan pa? Aku yang masak semuanya loooo….'
Si ayah
berkata, 'Wah kamu yang masak? Enak sekali nak.'
Lalu
si ayah melanjutkan memakan telur mentah tersebut. Setelah semua makanan habis,
ia mecoba kopi tua itu. Si anak bertanya lagi, 'Harum dan enak kan pa?'
Si
ayah tanpa expresi mual apapun, membalasnya, 'Pahit, tapi papa suka sekali.'
Dan
dengan lugunya si anak menjawab, 'Ya iya dong papa, kopi kan pahit…,' karena ia
mengira ayahnya sedang bercanda.
Setelah
semuanya habis, si ayah membelai kepala anaknya dan berkata
'Ray, kamu tau
nggak…' 'Nggak paa,' potong si anak cacat tersebut.
Lalu si ayah
melanjutkan, 'Kalau semua masakan kamu, enaaaaak sekali.'
Lalu si anak
menjawab, 'Iya dong pa, kan aku yang masakin, spesiaaaaaal buat papa.'
Lalu si ayah
berkata lagi, 'Kamu tahu nggak kenapa papa senang hari ini?'
Si anak sambil
menggelengkan kepala, 'Nggak tau pa….'
'Karena
hari ini kamu dah buat sarapan yang, spesiaaaaal buat papa.' Lalu si ayah
melanjutkan, 'Ray, kamu tahu gak kenapa papa sayaaaaaaang sekali sama kamu?'
Lalu dengan lugunya anak cacat ini menjawab, 'Nggak tahu pa…..'
'Karena
kamu anak papa yang udah bikin papa, seneeeeeeeeeeeng banget.'
'Raymond
juga, sayaaaaaaaaaang banget sama papa.'
Lalu
sambil menitikan air mata, ia memeluk anaknya yang cacat itu, dan berkata
kepada anaknya, 'Terima kasih ya nak, karena telah memasakan sarapan roti,
telur, dan kopi ini buat papa. Semuanya terasa, enaaaaak sekali.'
Lalu
si anak menjawab, 'Sama-sama papaah….'
Dan si ayah
lalu berdoa dalam hatinya,
'Tuhan terima
kasih, karena Engkau sudah memberikan anak yang sangat sayang padaku…'
Anda tahu, siapakah anak cacat dan ayah
tersebut?
Kamulah, yang
sedang membaca adalah anak yang cacat tersebut.. Seperti anak cacat itu
memberikan kepada ayahnya, roti gosong, telur mentah dan kopi tua, juga kita,
memberikan apa yang tidak sempurna dari kita untuk Tuhan.
Roti
gosong, telur mentah dan kopi tua, yang merupakan apa yang tidak sempurna dari
kita misalnya, pujian, dan kehidupan kita, Tuhan terima semuanya dengan senang
hati, karena Tuhan tahu, bahwa kita melakukannya dengan segenap hati kita yang
tertuju pada Bapa di sorga, dan kita ingin melakukan yang terbaik untuk Bapa
kita di sorga.
NB: Memang sulit
melihat kenyataan bahwa kitalah anak cacat tersebut. Mengasihi dan menerima
seorang anak yang cacat, yaitu seorang anak yang menurut nalar tidak memiliki
masa depan dan tidak dapat diharapkan pastilah benar-benar memerlukan suatu
“kasih tidak bersyarat” yang merupakan suatu pergumulan besar dalam hidup
manusia.
Ingat
ini: Bapamu di sorga menyayangimu, apa adamu, apa yang ada padamu, apapun yang
engkau berikan dengan segenap hatimu, merupakan sebuah persembahan yang harum.
Karena Bapamu mengasihi kamu, sampai-sampai Ia sendiri mengirimkan Anak-Nya
untuk turun ke dunia, untuk menebuskan dan mematahkan segala kutuk atas diri
kita, dan untuk membayar lunas segala hutang dosa kita dan menebus dosa kita
dari maut..
You are all fair, my love, and there is no
spot in you.
Song of Solomon
4:7 (NKJV)