Matahari
sudah mulai terbenam pada saat seorang pria dengan susah payah berjalan kaki
lewat lorong yang becek menuju Desa Gersang.
Wah,
jelek sekali jalan-jalan di daerah Polandia Timur ini, katanya pada dirinya
sendiri.
Kalau aku tidak bertekad untuk membawa Alkitab kepada orang-orang yang belum
mempunyainya, pasti aku tidak mau bepergian ke daerah yang terpencil seperti
ini!
Memang
pria itu sudah biasa berjalan di jalan-jalan desa yang jelek. Umumnya ia tidak
mengomel. Tetapi sudah bekerja keras sepanjang hari, kadang-kadang ia merasa
sedikit jengkel.
Tenaganya
hampir terkuras habis ketika lampu-lampu nampak berkedip-kedip pada jendela-jendela
di Desa Gersang. Pada saat pria itu berjalan semakin dekat, anjing-anjing
menggonggongi dia. Tetapi pria itu sudah biasa menghadapi anjing-anjing penjaga;
seandainya tidak, pasti sudah berkali-kali ia diserang.
Ia
mengetuk pintu rumah pertama yang didatanginya. Seorang pria muncul dipintu; tiga
orang anak mengintip dari belakang punggungnya.
"Selamat
sore." sapa tuan rumah itu. "Silakan masuk; sudah mulai dingin di luar.""Selamat sore." Tetapi pria yang mengetuk pintu itu tidak segera masuk. "Pak,
aku mencari tempat menginap. Aku bersedia membayar, juga untuk makananku. Dan aku pun menjual sebuah Buku yang berisi cerita-cerita yang paling indah di
seluruh dunia."
Dengan
tenang ia menunggu keputusan tuan rumah; ia tidak mau memaksa orang itu menerimanya.
Tetapi biasanya, begitu orang memandang wajahnya, saat itu juga mereka merasa
bahwa ia seorang yang dapat dipercaya.
"Bagaimana,
Marya?" tanya tuan rumah itu kepada istrinya.
Istrinya
melangkah maju dan memperhatikan wajah pria yang masih berdiri di luar itu.
"Nanti malam pasti dingin sekali," katanya. "Kami punya cukup
makanan di sini
dan cukup tempat tidur juga." Lalu ia kembali ke tungku perapian agar
dapat mengurus
masakannya.
Maka
pintu itu dibukakan lebih lebar. "Silakan masuk!" kata tuan rumah.
"Kenalkan,
namaku Antoni Kowalski.""Dan aku, Karl Olsen, penjual Alkitab," jawab tamu itu seraya berjabat tangan.
"Di samping menjual, aku pun suka menyampaikan cerita di tempat aku menginap."
Ketiga
anak itu berdiri di sekeliling Karl Olsen pada saat ia duduk di dekat tungku
perapian. Si Marya Kecil adalah anak sulung; namanya sama dengan nama ibunya.
Ia Tersenyum tersipu-sipu. "Cerita, Pak?" bujuknya.
Ayahnya
tertawa. "Si Marya tidak puas-puasnya mendengar cerita. Biarkan tamu kita
memanaskan tangannya dulu, Nak!"
Tidak
lama kemudian Karl Olsen sudah merasa hangat dan nyaman. Maka dibukanya bungkusannya
dan dikeluarkannya sebuah Alkitab. "Nah, ini dia, Buku yang paling berharga
di seluruh dunia. Kalian mau aku bacakan sebuah cerita, ya? Bagaimana kalau
cerita ini, yang pernah dibawakan oleh Tuhan Yesus sendiri?"
Karl
membuka Alkitabnya pada perumpamaan orang Samaria yang murah hati. "Kalian
bagaikan orang Samaria terhadap diriku," katanya. "Dengan murah hati
kalian sudah menerima aku, sehingga aku tidak kedinginan, dan aku selamat dari
bahaya binatang buas yang mengintai dalam kegelapan malam."
Tibalah
waktu makan malam. Karl makan dengan lahapnya. Makanan itu sangat sederhana,
tetapi disuguhkan dalam keadaan panas dan diberi bumbu menurut seleranya.
Sesudah
makan, Karl Olsen mulai bercerita lagi. Pak Antoni dan Ibu Marya duduk sambil
mendengarkan, bersama dengan si Marya Kecil dan si Yan dan si Zosia. Yang dibacakan
ialah cerita-cerita tentang Yusuf, tentang Daud, tentang Raja Salomo yang
membangun Bait Allah yang indah, tentang Nabi Daniel yang dijebloskan ke dalam
gua singa.
Sebelum
ia menyampaikan tiap cerita baru, Karl membuka Alkitab pada pasalnya yang
tepat. Smbil bercerita ia pun menyisipkan di sana sini dengan susunan kata persis
seperti yang tertera di halaman Alkitab.
Si
Marya Kecil menarik napas panjang pada saat Karl Olsen menutub Alkitab. "Papa,
beli Buku itu, ya? Supaya setiap malam Papa dapat membacakan isinya," bujuknya.
"Papa satu-satunya orang di Desa Gersang yang dapat membaca," ia menjelaskan
dengan bagga kepada tamu itu.
Ayahnya mengerutkan dahinya.
"Kita ini orang miskin, Nak. Tidak mampu membeli buku," katanya.
Suara
Karl Olsen lirih pada saat ia mengatakan: "Mereka yang tidak mempunyai Buku
ini memang miskin. Tetapi bagi mereka yang mempunyainya, Buku ini lebih berharga
daripada banyak harta."
"Papa!
Papa! Beli, ya, Papa!" si Marya terus membujuk.
Akhirnya
Antoni Kowalski membeli sebuah Alkitab, meski untuk orang seperti dia harganya
terhitung cukup mahal. Ia meletakkan Buku itu di tempat yang terhormat di dalam
rumahnya.
Selama
dua hari Karl Olsen tetap menginap pada keluarga Kowakski. Ia berkenalan dengan
penduduk lain di desa itu. Tetapi tidak ada seorang pun, di antara mereka yang
mau membeli Alkitab. Kitab-kitab Perjanjian Baru, bahkan Kitab-Kitab Injil yang
kecil-kecil tidak ada satu pun yang laku.
Karl
kecewa. Tadinya ia berbesar hati karena pada malam yang pertama itu ia sudah
menemui sebuah keluarga yang rela membeli Alkitab lengkap. Harapannya semula
ialah, pasti ada juga orang-orang lain di Desa Gersang yang mau membeli.
Pada
hari yang ketiga, Karl Olsen berangkat menuju desa-desa lain. Sambil berjalan
kaki melewati lorong yang becek, ia terus berpikir: Ah! Biarlah cuma sebuah
Alkitab saja yang laku di Desa Gersang. Tadinya tidak ada Firman Allah sama
sekali di sini. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi?
Kemudian
datanglah musim salju di Polandia Timur. Matahari terbenam agak awal; kawanan
serigala melolong di dalam kegelapan malam. Semua orang harus tetap tinggal
di rumah.
Pada
malam-malam seperti itu Antoni Kowalski biasa membuka Alkitabnya serta membacakan
cerita-cerita yang sudah diberi tanda oleh Karl Olsen. Ia pun membacakan
ajaran-ajaran Tuhan Yesus, menurut daftar penunjuk ayat yang ditinggalkan
oleh penjual Alkitab itu.
Selama saat-saat pembacaan itu, Ibu Marya dengan si Marya Kecil serta Yan dan Zosia suka duduk mendengarkan. Kemudian mereka memperbincangkan apa yang sudah mereka dengar.
Kadang-kadang ada juga tetangga yang turut mendengarkan. Seraya mengambil Alkitabnya, Pak Antoni suka mengatakan: "Coba dengarkan apa yang sudah kutemukan di dalam Buku ini. Dengarkan baik-baik, dan berilah tanggapan."
Lalu
ia akan membacakan dengan suara keras, sedangkan tetangga-tetangannya duduk termenung.
Kemudian mereka memberi tanggapan dan memperbincangkan arti ayat-ayat tadi.
Percakapan itu selalu berkisar pada hal-hal yang patut mereka terapkan dalam
hidup mereka.
"Mengapa
aku harus mengampuni musuhku?" tanya seorang tetangga. "Apakah Buku
ini bermaksud, aku harus membantu seseorang memotong kayu, padahal ia sudah
mencuri sebagian dari panen gandumku? Wah, tidak masuk akal!"
Pak
antoni menggelengkan kepalanya. "Siapa tahu? Memang ini ajaran yang
aneh."
Lalu
ia pun membuka sebuah ayat yang lain lagi. "Nah, ini: ‘Segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”’
Si
Marya Kecil dan Yan ikut mendengarkan ayah mereka bertukar pikiran dengan tetangga-tetanggnya.
Mereka saling berpandangan. Memang mereka tidak selalu memperlakukan
teman-teman sepermainan mereka seperti mereka kehendaki supaya teman-teman itu
memperlakukan mereka!
Sulit mengatakan secara persis,
kapan dan bagaimana perbuahan ajaib itu mulai terjadi. "Seumpama ragi yang
diadukan ke dalam tepung sampai khamir seluruhnya", demikian kata-kata
Tuhan Yesus tentang Firman Allah yang berkerja dengan tidak kentara dalam hati
manusia.
Demikianlah
halnya di Desa Gersang. Ajaran-ajaran Alkitab mulai mengubah cara hidup
Antoni Kowalski serta keluarganya dan tetangga-tetangganya. Desa Gersang mulai
bersemi secara rohani, dengan pikiran dan perbuatan yang bersifat murah hati.
Pada
suatu hari Pak Antoni dan Ibu Marya mengaku percaya kepada Tuhan Yesus dengan
terang-terangan. Tak ketinggalan juga si Marya Kecil dan Yan. Zosia, si bungsu,
masih terlalu kecil untuk menjadi anggota gereja, namun ia pun mengasihi Tuhan
Yesus sebagai Temannya yang terbaik.
Lambat laun orang-orang lain di desa itu juga memihak Tuhan Yesus dan menggabungkan diri dengan umat Kristen. Pada suatu hari Pak Antoni dan Ibu Marya mulai menghitung: "Seratus sembilan puluh delapan, . . . seratus sembilan puluh sembilan, . . . dua ratus. Sudah ada dua ratus orang Kristen!" kata mereka. "Alangkah baiknya jika Karl Olsen dapat diberitahu, betapa besarnya
perubahan di desa ini sebagai hal dari Alkitab yang pernah dijualnya!"
Nah,
justru fakta itu yang mulai mencemaskan hati kedua ratus orang Kristen baru di
Desa Gersang: Alkitab yang mereka miliki itu hanya ada satu.
Mengapa
kita juga tidak membelinya waktu Karl Olsen ada di sini dulu?" kata mereka
dengan wajah sedih. "Bagaimana kalau Kitab Suci itu dicuri orang? Bagaimana
kalau rumahmu kebakaran, Antoni?"
"Aku sudah tahu sebagian dari Alkitab di luar kepala," kata si Marya Kecil. "Aku sudah hafal cerita tentang Tuhan Yesus bersama kanak-kanak itu, dan juga Mazmur pasal 100."
"Dan
aku pun sudah tahu di luar kepala cerita orang Samaria yang murah hati," kata
si Yan dengan bangga. "Aku dapat menghafalkan seluruh cerita itu, tanpa kekeliruan
sedikit pun."
Ibu
Marya tidak mau ketinggalan. "Hatiku sarat dengan ayat-ayat yang pendek
yang telah kauhafa," katanya. "Tetapi satu pasal semuanya? Wah, aku
belum sanggup!"
Perkataan
ibu Marya itu menimbulkan gagasan baru. "Kita harus menghafal seluruh Alkitab!"
demikianlah keputusan kedua ratus orang Kriten itu. "Tiap bagian yang indah,
tiap bagian yang penting, harus dapat diucapkan di luar kepala."
Maka mereka membuat rencana
bersama-sama. Mula-mula mereka mendaftarkan semua ayat dan pasal kesayangan
mereka masing-masing, serta ajaran-ajaran Alkitab yang mereka anggap paling
indah dan paling penting. Lalu setiap orang diberi tugas hafalan. Anak-anak
kecil menghafal ayat-ayat pendek saja. Anak-anak yang lebih besar ditugasi
menghafal cerita dan perumpamaan serta mazmur yang tidak terlalu sulit untuk
diingat. Orang-orang dewasa ditunjuk untuk menghafal bagian-bagian Alkitab yang
paling rumit. Dengan rajin dan tekun mereka mulai menunaikan tugas mereka
masing-masing.
Kadang-kadang
mereka berkumpul di rumah keluarga Kowalski. Seseorang akan mulai mengucapkan
apa yang sudah dihafalkannya, misalnya dari Kitab Injil Lukas, pasal yang
pertama. Orang tadi akan terus menghafal sejauh bagiannya. Lalu orang yang berikutnya
akan berdiri dan meneruskan tugas hafalannya. Pak Antoni memegang Alkitab di
tangannya, agar ia dapat memperhatikan tiap kata yang diucapkan itu persis
dengan yang tertulis di dalam Firman Tuhan.
Setiap
malam hari selama musim salju itu, tidak lagi terasa waktunya lewat dengan
amat panjang. Setiap oramg Kristen di Desa Gersang memanfaatkan waktunya dengan
menghafalkan Alkitab. Banyak sekali bagian Firman Allah yang sudah dapat diucapkan
di luar kepala setelah musim salju itu lewat!
Selama
musim semi dan musim panas dan musim rontok, mereka semua sibuk mengusahakan
gandum dan memotong kayu dan mengerjakan tugas-tugas yang lain. Tetapi setiap
musim salju selama tahun-tahun yang berikutnya, mereka terus menambah
perbendaharaan ayat dan pasal hafalan mereka . . . .
Matahari
sudah terbenam pada saat Karl Olsen dengan susah payah berjalan kaki lewat
lorong yang becek menuju Desa Gersang lagi. Dulu aku pernah mampir di desa yang
terpecil ini, demikianlah pikirnya. Waktu itu cuma sebuah Alkitab saja yang laku.
Aku menjualnya kepada tuan rumah di sini . . . eh, siapa namanya?
Tenaganya
hampir terkuras habis ketika lampu-lampu nampak berkedip-kedip pada jendela-jendela
di Desa Gersang. Ia mengetuk pintu rumah pertama yang di datanginya.
Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah keluarga yang dulu itu masih tinggal
di situ, dan apakah ketiga anak mereka masih sehat-sehat saja.
Seorang gadis remaja membukakan pintu. Ia tertegun sejenak, lalu berlari ke dalam sambil memanggil ibunya: "Mama! Mama! Pak Karl Olsen datang kembali! Pak Karl Olsen!"
Seluruh
keluarga Kowalski keluar dan menyambut tamu mereka dengan penuh sukacita:
Pak Antoni, Ibu Marya, Yan, Zosia, dan "si Marya Kecil", yang
sekarang lebih
tinggi daripada ibunya. Kabar kedatangan Karl Olsen itu dengan cepat-cepat disampaikan
ke rumah-rumah tetangga, dan mereka pun menyambut dia dengan girang.
Karl
haren sekali. Mengapa mereka semua menyongsong dia dengan seramah itu?
Mengapa
mereka masih mengingat namanya selama bertahun-tahun itu?
Sedikit
demi sedikit ia mendengar ceritanya. Pak Antoni mengeluarkan Alkitabnya, yang
sudah hampir usang karena sudah terlalu sering dibuka-buka. Ibu Marya bercerita
tentang dua ratus penduduk Desa Gersang yang sudah menjadi pengikut Tuhan
Yesus. Teman dan tetangga mereka sering memotong percakapannya dengan berita-berita
yang lain, . . . tetapi tidak seorang pun yang bercerita tentang tugas hafalan
mereka. Rupanya mereka merasa itu urusan mereka sendiri, yang mungkin tidak
begitu menarik untuk diceritakan kepada orang lain.
Keesokan
harinya, dengan senang hati penduduk Desa Gersang berkumpul untuk berbakti
bersama-sama dengan Karl Olsen. Dalam kebaktian itu, Karl bertanya: Adakah
seseorang di sini yang dapat mengucapkan ayat kesayangannya?"
Semua
orang terdiam. Lalu Antoni Kowalski bertanya, "Ayat kesayangannya, Pak? Ataukah
pasal kesayangannya?"
Karl
Olsen kaget. "Pasal! Adakah di sini seseorang yang sudah menghafal kseluruhan
dari satu pasal di dalam Alkitab?"
Lalu
mereka bercerita kepadanya tentang kecemasan mereka dulu: Jangan-jangan Alkitab
satu-satunya milik mereka itu hilang! Mereka menjelaskan bagaimana mereka
membagi-bagi tugas hafalan. "Hampir seluruh Alkitab itu telah kami hafalkan,"
kata mereka dengan bangga. "Dan kami sedang berusaha menghafalkan sisanya."
Yan
adalah orang pertama yang berdiri dan mulai mengucapkan ayat-ayat di luar kepala.
Lalu Zosia, dan Marya, dan semua anak yang lain, ayat demi ayat, pasal demi
pasal. Kaum dewasa pun mengucapkan beberapa ayat dan pasal kesayangan mereka.
Seminggu
lamanya Karl Olsen menetap bersama-sama dengan orang-orang Kristen di Desa
Gersang. Desa itu jauh sekali dari tempat tinggal orang-orang Kristen yang lain;
banyak sekali pertanyaan mereka tentang saudara-saudara seiman mereka yang belum
pernah mereka lihat! Dan mereka pun membeli Alkitab, Kitab Perjanjian Baru, dan
Kitab-Kitab Injil sampai persediaan yang dibawa karl Olsen itu habis semuanya.
"Kami
sudah mempunyai Alkitab di dalam hati kami," kata mereka. "Akan
tetapi kami
masing-masing hanya mempunyai sebagian saja. Padahal kami masing-masing memerlukan
Firman Allah yang lengkap."
Semalam
sebelum Karl Olsen hendak berangkat lagi dari Desa Gersang, ia berbaring di
tempat tidurnya. Demikianlah renungan hatinya: Sungguh Firman Allah bekerja di
dalam hati orang-orang di sini. Dari hanya satu Alkitab saja, . . .
lihatlah
hasilnya!