Senin, 23 Juni 2014

DIHANCURKANNYA YERUSALEM OLEH TITUS (tahun 70)


Gessius Florus mencintai uang dan membenci orang-orang Yahudi. Sebagai wakil Roma, ia memerintah Yudea, dengan tidak memandang kepekaan mereka akan agama. Ketika pemasukan pajak menurun, ia pun mulai merampas benda-benda perak dari Bait Allah. Pada tahun 66, ketika kerusuhan menentang dia merebak, ia mengirim pasukan ke Yerusalem untuk menyalib dan membantai sejumlah orang Yahudi. Tindakan Florus ini memicu meledaknya pemberontakan yang selama ini merupakan api dalam sekam.

Pada abad sebelumnya, Roma tidak pernah menangani orang-orang Yahudi dengan baik.
Pertama, Roma telah mendukung Herodes Agung, perampas kekuasaan yang dibenci. Dengan semua bangunan unik yang indah, ia tidak dapat meraih hati rakyat.
Arkhelaus, putra dan penerus Herodes, adalah pemimpin yang keji sehingga rakyat meminta pertolongan Roma untuk menggantinya. Roma pun menolong mereka dengan mengirimkan sejumlah Gubernur secara bergilir – Pontius Pilatus, Feliks, Festus dan Florus. Tugas mereka menjaga ketenteraman di daerah yang tidak stabil itu.

Ketegangan dalam diri masing-masing orang Yahudi tidak mereda. Mereka masih terbuai kenangan masa-masa Makabe, saat mereka terbebas dari penindasan orang-orang Siria. Sekarang, jumlah mereka yang kecil ditambah kebangkitan Roma membuat mereka kembali di bawah kekuasaan orang-orang asing.

Sejak pemerintahan Herodes, denyut jantung revolusi mereka senantiasa berdetak. Orang-orang Zelot dan Farisi, masing-masing dengan caranya sendiri, menantikan perubahan. Mereka menantikan dengan semangat datangnya seorang Mesias. Ketika Yesus memperingatkan bahwa orang-orang akan berkata, "Lihat, Mesias ada di sini, atau Mesias ada di sana!" Ia tidak main-main. Sesungguhnya, seperti itulah semangat masa itu.

Di Masada (sebuah bukit karang yang menghadap Laut Mati, tempat Herodes membangun istananya dan orang-orang Romawi mendirikan benteng), bermulalah pemberontakan orang Yahudi yang berakhir dengan pahit.

Terinspirasi kekejaman-kekejaman Florus, beberapa orang Zelot memutuskan menyerang benteng itu. Yang mengherankan, mereka menang dan membantai tentara Romawi yang berkemah di sana.

Di Yerusalem, kepala Bait Allah menyatakan pemberontakan terbuka melawan Roma dengan menghentikan persembahan harian untuk Kaisar. Tidak lama kemudian seluruh Yerusalem menjadi rusuh; pasukan Romawi diusir dan dibunuh. Yudea memberontak, kemudian Galilea. Untuk sementara waktu tampaknya orang-orang Yahudi unggul.

Cestius Gallus, Gubernur Romawi untuk daerah itu berangkat dari Siria dengan 20.000 tentara. Ia menguasai Yerusalem selama enam bulan namun gagal dan kembali. Ia meninggalkan 6.000 tentara Romawi yang tewas dan sejumlah besar persenjataan yang dipungut dan dipakai orang-orang Yahudi.

Kaisar Nero mengirim Vespasianus, seorang jenderal yang dianugerahi banyak bintang jasa, untuk meredam pemberontakan. Vespasianus pun melumpuhkan kelompok pemberontak tersebut secara bergilir. Ia memulainya di Galilea, kemudian di Transyordania, dan berikutnya di Idumea. Setelah itu, dia mengepung Yerusalem.

Akan tetapi sebelum menjatuhkan Yerusalem, Vespasianus dipanggil pulang ke Roma. Nero wafat. Pergumulan untuk mencari pengganti Nero berakhir dengan keputusan Vespasianus sebagai Kaisar. Titah kekaisaran pertamanya ialah penunjukan anaknya, Titus, untuk memimpin Perang Yahudi.

Maka Yerusalem pun menjadi sasaran empuk setelah terpisah dari daerah-daerah lain. Beberapa faksi (kelompok) dalam kota itu sendiri berebut mengatur strategi pertahanan. Ketika pengepungan sedang berlangsung, penduduk kota pun satu demi satu mati karena kelaparan dan wabah penyakit. Istri imam kepala yang biasanya menikmati kemewahan, turun ke jalan untuk memungut sisa makanan.

Sementara itu, pasukan Romawi menggelar mesin-mesin perang baru, yaitu mesin pelontar batu untuk meruntuhkan tembok-tembok yang melindungi kota. Balok pendobrak pintu gerbang merobohkan benteng pertahanan. Orang
-orang Yahudi berperang sepanjang hari, dan pada malam hari mereka berjuang untuk membangun kembali tembok-tembok yang runtuh.

Akhirnya, orang-orang Romawi merobohkan tembok lapisan luar, kemudian lapisan kedua dan akhirnya yang ketiga. Namun orang-orang Yahudi masih berperang sambil merangkak menuju Bait Allah sebagai garis pertahanan terakhir.

Itulah akhir bagi para pejuang Yahudi yang gagah berani dan Bait Allah mereka. Sejarawan Yahudi, Josephus menjelaskan bahwa Titus ingin melindungi Bait Allah tersebut, tetapi prajurit-prajuritnya begitu marah terhadap musuh mereka sehingga mendorong mereka membakar Bait Allah.

Jatuhnya Yerusalem mengakhiri pemberontakan. Orang-orang Yahudi dibantai atau ditangkap serta dijual sebagai budak. Gerombolan orang Zelot yang menduduki Masada bertahan di situ selama tiga tahun. Ketika orang-orang Romawi membangun lereng pengepungan dan menyerbu benteng pegunungannya, mereka menemukan orang-orang Zelot mati bunuh diri sebagai penolakan menjadi tawanan orang asing.

Pemberontakan orang-orang Yahudi ini menandai berakhirnya negara Yahudi sampai zaman modern.

Penghancuran Bait Allah (yang dipugar Herodes) mengubah tata cara peribadahan orang-orang Yahudi. Mereka tidak lagi mempersembahkan korban sembelihan, tetapi memilih dan mengutamakan sinagoge yang didirikan pendahulu mereka ketika Bait Allah (yang didirikan Salomo) dihancurkan orang-orang Babel pada tahun 586 sM.

Kemanakah perginya orang-orang Kristen ketika pemberontakan orang Yahudi itu berlangsung? Sesuai peringatan Kristus (Luk. 21:20-24), mereka lari ketika melihat Yerusalem dikepung pasukan Romawi. Mereka menolak mengangkat senjata dan melawan orang-orang Romawi. Mereka melarikan diri ke Pella di Transyordania.

Setelah bangsa Yahudi serta Bait Allah mereka hancur, orang-orang Kristen pun tidak dapat lagi bergantung pada perlindungan terhadap Yudaisme yang pernah diberikan kekaisaran. Karenanya, tidak ada tempat lagi bagi orang-orang Kristen untuk berlindung dari penyiksaan orang-orang Romawi.


2 Samuel 1:17-27 , The Song of the Bow