Senin, 10 Maret 2014
WORSHIP/PENYEMBAHAN dalam prinsip Teologi
karyadim642.blogspot.com |
A. Kata bahasa
Inggrisnya berasal dari istilah Saxon, “weorthscipe,” yang menyatakan sesorang
yang kepadanya kehormatan dan penghargaan tertuju.
B. Istilah-istilah utama PL nya adalah:
1. ‘Abodah, yang
berasl dari akar Ibrani yang berarti “melayani” atau “bekerja” (BDB 715). Ini biasanya
diterjemahkan “pelayanan Allah.”
2. Hishtahawah, yang
berasal dari suatu akar Ibrani yang berarti “membungkuk” atau “menyujudkan diri”
(BDB 1005, lih. Kel 4:31).
C. Istilah-istilah utama PB mengikuti
istilah-istilah Ibraninya.
1. Untuk ‘abodah adalah latreia, yang merupkan status dari pekerja atau budak.
2. Untuk hishtahawah
adalah proskuneo, yang artinya
“bersujud,” “memuja,” atau “menyembah.”
D. Perhatikan bahwa penyembahan berdampak pada
dua bidang.
1. Sikap rasa
hormat kita
2. Tindakan-tindakan
gaya hidup kita
Kedua hal ini harus
berjalan bersama-sama atau bisa menghasilkan masalah yang besar (lih. Ulangan.
11:13).
II.
Kapan dan Bagaimana Mulainya Penyembahan?
A. PL
tidak menyatakan secara khusus asal-usul penyembahan, namun ada beberapa
petunjuk dalam kitab Kejadian.
1. Pelembagaan Sabat
oleh Allah dalam Kejadian 2:1-3 dikemudian hari berkembang menjadi hari penyembahan
mingguan utama. Dalam Kejadian ini menyatakan bahwa Allah menetapkan suatu teladan
bagi peristirahatan dan penyembahan manusia dengan tindakan dan sikapNya
terhadap segmen waktu mingguan ini.
2. Pembunuhan binatang-binatang oleh Allah untuk menyediakan
pakaian bagi pasangan manusia yang jatuh untuk bisa bertahan dalam lingkungan
kejatuhan mereka yang baru dalam Kejadian 3:21 sepertinya menetapkan suatu
panggung bagi penggunaan binatang-binatang untuk keperluan manusia, yang akan berkembang
menjadi sistem korban persembahan.
3. Persembahan Kain dan Habel dari Kej 4:3 dst sepertinya
merupakan suatu kejadian yang teratur secara tetap, bukan suatu peristiwa
sekali saja. Ini bukanlah suatu perikop peremehan akan korban persembahan
tanam-tanaman atau suatu resep bagi pengorbanan binatang, namun suatu contoh
yang jelas akan perlunya suatu sikap yang pantas terhadap Allah. Ini memang
menunjukkan bahwa Allah bagaimanapun mengkomunikasikan penerimaan dan penolakanNya.
4. Jalur keMesiasan yang saleh dari Set dibangun dalam Kejadian
4:25 dst. Hal ini menyebutkan nama perjanjian Allah, YHWH, dalam ay 26 dalam
suatu yang nampaknya merupakan tata cara penyembahan (perikop ini harus
dicocokkan dengan Keluaran 6:3).
5. Nuh menyatakan suatu perbedaan antara binatang yang najis dan
tidak najis dalam Kejadian 7:2. Ini menetapkan status korban persembahannya
dalam Kejadian 8:20-21. Ini mengisyaratkan bahwa korban telah ditetapkan sejak
kurun waktu yang sangat dini.
6. Abraham sangat
akrab dengan korban persembahan, yang sangat nyata dari Kej 12:7,8; 13:18;
22:9. Ini membentuk tanggapannya kepada hadirat dan janji-janji Allah.
Tampaknya keturunannya melanjutkan praktek ini.
7. Kitab Ayub adalah dalam suatu tata cara kebapaan (yaitu
2000). Ia tidak asing dengan pengrbanan sebagaimana terlihat dalam Ayb 1:5.
8. Bahan Alkitab sepertinya menjelaskan bahwa pengorbanan
dikembangkan dari rasa kekaguman dan hormat manusia bagi Allah dan
prosedur-prosedur yang dinyatakan Allah tentang bagaimana untuk menyatakan hal
ini.
a. Ke sepuluh Perintah dan Aturan-aturan Kesucian
b. Kultus Tabernakel
III.
Apakah Isinya Penyembahan?
A. Nyatalah bahwa sikap umat manusia adalah kunci dalam
pengorbanan (lih. Kejadian 4:3 dst). Elemen pribadi ini telah selalu menjadi
suatu tiang penyangga dalam iman alkitabiah yang dinyatakan (lih. Ulangan
6:4-9; 11:13; 30:6; Yeremia. 31:31-34; Yehekiel 36:26-27; Roma 2:28-29; Galatia
6:15).
B. Namun demikian, sikap menghargai umat manusia ini sejak awal
telah dikodekan menjadi suatu ritual.
1. ritual pemurnian
(berhubungan dengan suatu pengetahuan akan dosa)
2. ritual
pelayanan/kebaktian (perayaan-perayaan, korban, persembahan, dll.)
3. ritual
penyembahan pribadi (doa-doa dan pujian umum atau pribadi)
C. ketika kita menyampaikan pertanyaan akan isi pentinglah kita
perhatikan tiga sumber dari perwahyuan (lih. Yer 18:18). 35
1. Musa dan para
kultus (imam-imam)
2. Guru-guru Sastra
Hikmat
3. Para nabi
Setiap hal ini
menambah pemahaman kita akan penyembahan, Setiap pihak ini berfokus pada suatu
aspek vital dan konsisten dari penyembahan.
1. Bentuk
(Keluaran-Bilangan)
2. Gaya hidu (Mazmur
40:1 dst; Mikha 6:6-8)
3. Motif (! Samuel
15:22; Yeremia 7:22-26; Hosea 6:6)
D. Yesus mengkuti
pola penyembahan PL. Ia tidak pernah mengejek PL (lih. Mat 5:17 dst), namun Ia memang
menolak Tradisi Lisan sebagaimana yang telah dikembangkan menjelang abad
pertama.
Gereja mula-mula melanjutkan Yudaisme untuk satu periode
(yaitu sampai dengan kebangunan dan pembaharuan kerabian tahun 90 M) dan lalu
memulai mengembangkan keunikannya sendiri, namun secara umum tetap pada pola
sinagoga. Kepusatan dari yesus, kehidupanNya, pengajaranNya, penyalibanNya dan
kebangkitanNya menggantikan tempat dari Kultus PL. Khotbah, baptisan, dan Perjamuan
Syukur menjadi pusat tindakan. Sabat digantikan dengan Hari Tuhan.
IV. Siapa
yang Berpartisipasi dalam Penyembahan?
A. Budaya kebapaan dari
Tumur Dekat kuno menetapkan panggung bagi peran kepemimpinan laki-laki dalam
segenap bidang kehidupan, termasuk agama.
B. Bapa-bapa bertindak sebagai
imam bagi keluarganya baik dalam korban dan perintah agama (Ayub 1:5).
C. Bagi Israel imam
mengemban tugas-tugas keagamaan dalam tata cara penyembahan bersama, umum, sementara
bapa-bapa mempertahankan tempat ini dalam tata cara penyembahan pribadi. Dengan
Pembuangan Babilonia (586 SM) Sinagoga dan para rabi berkembang ke dalam suatu
posisi pusat dalam pelatihan dan penyembahan. Setelah penghancuran Bait Suci di
tahun 70 M, Yudaisme kerabian, yang dikembangkan dari Farisi, menjadi dominan.
D. Dalam tata cara gereja
pola kebapaan dipertahankan, namun dengan penambahan tekanan pada keberbakatan
dan kesetaraan wanita (lih. 1 Korintus 11:5; Galatia 3:28; Kisah 21:9; Roma
16:1; 2 Timotius 3:11).
Kesetaraan ini terlihat dalam Kejadian 1:26-27; 2:18.
kesetaraan ini dirusak oleh pemberontakan Kejadian 3, namun dipulihkan melalui
Kristus.
Anak-anak telah selalu dipersekutukan dalam tata cara
penyembahan melalui orang tua mereka, namun demikian, Alkitab adalah suatu buku
yang berorientasi pada orang dewasa.
V. Di
mana dan Kapan Penyembahan Dilakukan?
A. Dalam Kejadian umat manusia memuja tmpat-tempat di mana
mereka telah berjumpa dengan Allah.
Situs-situs ini
menjadi mesbah-mesbah. Setelah menyeberangi sungai Yordan beberapa situs
berkembang (Gilgal, Bethel, Sikhem), namun Yerusalem dipilih sebagai tempat
kediaman Allah yang khusus yang dihubungkan dengan Tabut Perjanjian (lih. Ul.).
B. Waktu-waktu
pertanian selalu menetapkan suatu status bagi rasa syukur manusia kepada Allah
karena penyediaanNya. Keperluan-keperluan khusus lain yang dirasakan, seperti
pengampunan, berkembang menjadi hari-hari raya keagamaan (yaitu, Imamat 16,
Hari Penebusan). Yudaisme mengembangkan sekumpulan hari-hari raya—Paskah,
Pentakosta, dan Tabernakel (lih. Im 23). Ini juga mengijinkan kesempatan khusus
bagi pribadi-pribadi (lih. Yeh 18).
C. Pembangunan dari sinagoga menyediakan struktur bagi konsep
penyembahan Sabat. Gereja merubahnya dengan Hari Tuhan (hari pertama dari satu
minggu) nampaknya karena pola berulang penamapkan Yesus pada hari Minggu sore
setelah kebangkitan.
D. Awalnya gereja mula-mula bertemu setiap hari (Kis 2:46),
namun ini nampaknya segera ditiadakan untuk penyembahan pribadi selama seminggu
dan penyembahan bersama pada tiap hari Minggu.
VI.
Kesimpulan
A. Penyembahan Allah bukanlah sesuatu yang diciptakan atau
dilembagakan manusia. Penyembahan adalah kebutuhan yang terasa.
B. Penyembahan adalah suatu tanggapan terhadap siapa Allah itu
dan apa yang telah Ia lakukan bagi kita dalam Kristus.
C. Penyembahan melibatkan keseluruhan pribadi. Ini mencakup
bentuk dan sikap. Secara umum dan pribadi. Terjadwal dan secara mendadak.
D. Penyembahan yang benar adalah suatu hasil dari suatu hubungan
pribadi.
E. Perikop PB
tentang penyembahan yang secara teologis paling membantu mungkin adalah Yohanes
4:19-26.
Langganan:
Postingan (Atom)