Felipe duduk termenung di bawah naungan sebuah pohon palem.
Dahan-dahan yang tinggi di atas kepala pemuda itu gemeresek
bunyinya ditiup angin sepoi-sepoi basah yang menghembus melewati
pulau Kuba.
"Hola! Felipe!" sapa seorang kawannya yang kebetulan
lewat di seberang jalan.
Felipe tidak menyahut. Ia hanya tersenyum sambil melambaikan
tangannya.
Ibunya keluar dari rumah. Pada jam-jam begini, kebanyakan kaum pria
sudah pergi ke tempat pekerjaan mereka masing-masing. Tetapi
selama beberapa minggu belakangan ini, ibunya melihat Felipe hanya
duduk-duduk termenung saja.
"Kenapa tidak pergi ke pasar, Nak?" tanyanya.
Felipe menggelengkan kepalanya. Masih tetap tidak ada sepatah
kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Tidak sehat, Nak, kalau duduk-duduk saja seorang diri."
Baru Felipe membuka mulutnya. Yang keluar bukanlah bahasa
Spanyol yang indah,
seperti yang baru diucapkan oleh ibunya. Sebaliknya, yang keluar
adalah serentetan bunyi . . . bunyi yang sulit ditangkap artinya,
bunyi yang hampir tidak menyerupai kata-kata.
Namun ibunya dapat mengerti maksudnya: Tentu saja ia tidak mau
pergi ke mana-mana. Bukankah ia sudah mengalami suatu kecelakaan
yang hampir membuatnya bisu? Buat apa ia berusaha bercakap-cakap
dengan orang lain? Keluarganya sendiri saja harus bersusah payah
untuk mengerti ucapannya yang tak karuan itu!
Rupa-rupanya sudah nasib bahwa bila Felipe ingin menyampaikan
sesuatu kepada orang lain, ia harus menulis kertas dan
menyodorkannya kepada orang itu.
Ibunya menaruh tangannya pada bahu Felipe sebagai tanda perasaan
simpati. Lalu ia pun memasuki rumah lagi.
Felipe menghela napas sambil memikirkan nasibnya yang malang.
Tetapi kesedihannya mulai pudar ketika ia merogoh ke dalam
sakunya. Yang dikeluarkannya itu sebuah Kitab Perjanjian Baru
ukuran saku. Felipe dapat melupakan kesedihannya bila ia mulai
membaca Kitab-Kitab Injil, atau Kisah Para Rasul, ataupun Surat-Surat
Paulus dan Petrus dan Yohanes.
Semula Felipe bercita-cita akan pergi berkeliling sambil menjual
Alkitab. Tetapi
cita-cita itu mustahil tercapai, rasanya. Bagaimana mungkin orang
yang sudah
kehilangan suaranya dapat menjadi penjual?
Dalam benaknya Felipe membayangkan dirinya berjalan keliling di
pulau Kuba sebagai penjual Alkitab. Sering kali seolah-olah ia
melihat dirinya bepergian di jalan-jalan, sambil membawa serta
sebungkus Alkitab dan Kitab Perjanjian Baru dan Kitab-Kitab Injil.
Ia akan menarik perhatian banyak orang, sehingga mereka mau membeli
barang dagangannya itu.
Hasratnya untuk melakukan pekerjaan yang mulia itu masih tetap
menyala-nyala dalam pikiran Felipe. Mungkin itulah sebabnya pada
suatu hari seakan-akan Felipe tiba-tiba mendengar suara yang
berseru kepadanya: "Hai Felipe, pergilah! Sebarkanlah
FirmanKu!"
Felipe kaget dan bingung. Suara Tuhankah itu?
Ia terus termenung. Bagaimana mungkin ia dapat menyebarkan Firman
Tuhan? Cara apa yang dapat dipakai oleh seorang penjual Alkitab
yang bisu?
Lalu suara itu seolah-olah terdengar sekali lagi:
"Pergilah, hai Felipe! Aku akan menolongmu."
Tidak salah lagi, Tuhan sudah memanggil dia. Maka Felipe
menundukkan kepalanya. Dalam hatinya ia berbisik: Aku akan pergi,
ya Tuhan. Tetapi tanpa pertolongan Tuhan, pasti usahaku akan
sia-sia belaka.
Beberapa hari kemudian, Felipe mulai menjalankan pekerjaannya yang
baru. Dengan menumpang bis, ia pergi ke luar kota. Beberapa jilid
Kitab Injil ukuran kecil dibawanya serta.
Inilah yang biasa dilakukannya: Setibanya di sebuah pasar desa,
Felipe turun dari bis dan membuka sebuah Kitab Injil ukuran kecil,
tepatnya pada salah satu ayat kesayangannya. Lalu ia menunjukkan
ayat itu kepada orang-orang yang berdiri atau duduk di dekatnya.
Ia tersenyum ramah kepada orang-orang itu, seolah-olah hendak
berkata: "Ambillah! Bacalah!"
Rencana yang sederhana
itu sering berhasil. Banyak orang yang tertarik untuk mulai
membaca Kitab Injil.
Felipe pun membawa serta beberapa kartu kecil di dalam sakunya.
Pada tiap kartu itu tercetak, denga huruf-huruf yang besar dan
jelas, kata-kata yang ingin diucapkannya, misalnya: "Aku
menjual Buku-Buku kecil ini. Maukah Anda membeli?"
Kartu-kartu itu disodorkannya kepada orang-orang yang sudah mulai
membaca ayat- ayat tadi.
Selama kurang lebih satu jam Felipe menelusuri jalan-jalan pasar
di desa itu, sambil menunjukkan ayat-ayatnya dan kartu-kartunya
kepada orang-orang yang dijumpainya. Kemudian ia pun naik bis lagi
dan pergi ke desa yang lain.
Kadang-kadang Felipe pergi ke sebuah pabrik. Karena sifatnya yang
manis dan ramah, ia sering diperbolehkan masuk. "Itu si
penjual ‘Buku-Buku Kecil’ yang bisu," penjaga pintu akan
mengumumkan. Segera Felipe akan mulai memamerkan barang
dagangannya itu kepada para karyawan. Seseorang yang pandai membaca akan
membacakan kartu-kartu yang disodorkannya. Dan biasanya paling sedikit satu di
antara "Buku-Buku Kecil" itu akan laku di situ.
Bahkan pimpinan pabrik sering mengajak Felipe masuk ke dalam
kantor. Dan di situ pun sering ada calon pembeli.
Tidak ada waktu lagi untuk duduk-duduk di bawah naungan pohon
palem sambil merenungkan nasibnya yang buruk. Felipe mulai
membekali diri dengan sebuah termos berisi kopi panas, serta
sekantong permen. Dengan tersenyum pada ibu seorang anak yang
sedang merengek-rengek, Felipe akan menawarkan permen kepada anak
itu. Sang ibu, karena melihat bahwa anaknya tidak lagi menangis, dengan
senang hati membaca "Buku Kecil" yang diperlihatkan kepadanya. Dan
sering juga ada ibu-ibu yang rela membeli.
Supir bis, yang sangat capai sehabis menunaikan tugasnya, dengan
gembira menyambut kopi panas yang ditawarkan oleh Felipe. Dan
penumpang bis yang harus menunggu lama di stamplat, juga merasa
disegarkan oleh permen yang diberikan oleh pemuda yang tidak
pernah berbicara namun yang selalu tersenyum itu. Rasanya, membaca
"Buku-Buku Kecil" yang disodorkannya itu menolong mereka
melewatkan waktu sementara harus menunggu. Dan semakin banyak bagian dari
Alkitab yang terjual.
Para pengurus kantor Lembaga Alkitab Kuba menjadi heran. Bagaimana
mungkin Felipe dapat kembali begitu sering, sambil memesan
persediaan Alkitab lebih banyak lagi?
Pada suatu hari ketika Felipe mampir ke kantor, mereka bertanya:
"Kauapakan sekian banyak Alkitab itu, Felipe?"
"Kujual," sahut Felipe dengan suaranya yang parau. Hanya
orang yang sudah biasa mendengar suaranyalah yang dapat menangkap
kata-kata yang diucapkanya dengan susah payah itu. Namun karena
kini ia merasa sibuk dan berguna, peemuda itu lebih berani
berusaha melafalkan kata-katanya sehingga orang lain dapat mengerti.
"Kujual semuanya!" katanya lagi, dengan tekanan yang berat.
"Mana mungkin?"para pengurus kantor itu
bertanya-tanya. "Belum pernah kami dengar orang bisu dapat
menjual Alkitab!"
Namun setelah Felipe bekerja selama satu tahun, jumlah Alkitab
yang dijualnya itu sungguh mengherankan. Hampir tak dapat
dipercaya. Jauh lebih banyak daripada jumlah yang dapat dicapai
oleh para penjual Alkitab lainnya!
"Coba jelaskan caranya!" ia ditanyai lagi.
Felipe tidak sanggup memberi penjelasan yang lengkap. Tetapi ia
ingat akan suara itu: "Pergilah, hai Felipe! Aku akan
menolongmu." Dan tahulah dia bahwa dengan pertolongan Tuhan
ia melakukan pekerjaannya itu.
Pada suatu hari Felipe dipanggil lagi ke kantor Lembaga Alkitab
Kuba. "Memang kau menyebarkan Firman Tuhan, Felipe, walau
kami tidak mengerti bagaimana caranya," kata para pengurus
kantor itu. "Maka kami ingin mengangkatmu menjadi seorang
agen kami yang resmi."
Felipe tersenyum senang. Memang itulah cita-citanya sebelum ia
mendapat kecelakaan yang menyebabkan kehilangan suara. Rasa-rasanya
cita-cita itu mustahil, tetapi malah telah menjadi kenyataan!
Masih tetap Felipe sering bepergian dengan naik bis. Kadang-kadang
ia membeli karcis; tetapi lebih sering pak supir mengizinkan dia
naik bis tanpa harus membayar. Ke mana saja bis itu pergi di pulau
Kuba yang indah permai, Felipe pun ikut pergi ke situ. Sering ia
turun pada sebuah desa. Kemudian ia naik bis yang berikutnya dan
meneruskan perjalanannya ke desa lain.
Namun sambil naik bis, Felipe sering memperhatikan orang-orang yang
sedang bekerja di ladang, jauh dari desa manapun juga. Mereka itu
para buruh tani, pemilik kebun kecil, penduduk di tempat yang
terpencil. Mestinya aku melayani mereka pula, kata Felipe pada
dirinya sendiri. Tetapi bagaimana caranya? Memang aku akan diizinkan
turun dari bis di mana saja, karena kebanyakan supir bis itu kawanku.
Tetapi belum tentu bis yang berikutnya mau berhenti supaya aku dapat
naik lagi.
Lalu timbul gagasan baru: Seekor kuda! Nah, betul. Aku perlu
memiliki seekor kuda!
Maka demi memperlancar pekerjaannya, Felipe membeli seekor kuda.
Sambil menunggang kuda ia dapat membawa serta lebih banyak lagi
Kitab. Kitab Injil ukuran kecil, Kitab Perjanjian Baru, dan bahkan
beberapa Alkitab yang lengkap.
Kuda itu dilatihnya
menjadi pembantunya. Tiap kali si kuda melihat orang bekerja di
ladang, walau jauh sekali dari jalan, ia akan berpaling dari jalan raya dan
menuju ke sana. Sesampainya di tempat orang itu bekerja, si kuda akan berhenti
sendiri.
Biasanya Felipe suka menawarkan kopi panas atau permen. Paling
sedikit bibirnya akan menyungging senyuman yang ramah. Ia akan
mengeluarkan "Buku-Buku Kecil" dan kartu-kartunya. Tidak
lama kemudian, Felipe akan mendorong petani itu untuk membaca satu
dua ayat. Dan sering juga si petani akan mengeluarkan satu dua mata
uang kecil, agar "Buku Kecil" itu dapat menjadi miliknya.
Rupa-rupanya kuda Felipe tahu kapan waktunya untuk pergi lagi.
Felip menggerakkan tali-temali sedikit saja, dan si kuda akan
mulai berjalan pelan-pelan. Kadang-kadang ia akan menuju ke jalan
raya lagi; kadang-kadang ia akan menuju kepada petani lain yang
sedang bekerja di ladang.
"Tahukah engkau berapa banyak Kitab Injil yang telah kaujual
dalam tahun ini, Felipe? tanya para pengurus kantor Lembaga
Alkitab.
Felipe tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia tidak pernah
menghitung jumlah Alkitab yang dijualnya. Baginya yang penting
bukan angka-angka melainkan orang-orang.
Ia mengenang kembali wajah-wajah banyak orang yang sudah mengenal
Allah Bapa Yang Mahakasih, dan yang sudah percaya kepada Tuhan
Yesus Sang Juru Selamat, sebagai hasil membeli dan membaca
"Buku-Buku Kecil" yang diperdagangkan oleh Felipe.
"Kami sudah menghitungnya, Felipe," kata para pengurus
itu. "Dalam satu tahun ini, kau sudah menjual 80 ribu Kitab
Injil. Suatu rekor baru!"
Dengan rendah hati Felipe berusaha mengatakan: "Bukan aku,
tetapi Tuhan yang bekerja melalui aku." Dan para pengurus
kantor Lembaga Alkitab itu menganggukkan kepala tanda setuju.
Sama seperti semua orang yang kenal Felipe mengasihi dia, para
pengurus kantor Lembaga Alkitab itu juga mengasihi Felipe. Mereka
tersenyum kepadanya ketika ia berangkat lagi dengan membawa serta
pesanannya yang baru.
Namun Felipe sendiri belum merasa puas dengan hasil yang telah
dicapainya. Bila sedang naik bis, ia ingin bis itu melaju lebih
kencang dan tidak terlalu sering berhenti ditempat-tempat yang
sudah di singgahi. Bila sedang naik kuda, ia ingin pembantunya
yang setia (namun yang lamban jalannya) itu cepat-cepat membawanya
ke tempat-tempat yang belum pernah ia kunjungi.
Lalu ada ide baru. Senyuman lebar menghiasi wajah Felipe. Aku
akan membeli sebuah sepeda motor! katanya pada dirinya sendiri. Dengan
demikian aku akan dapat membawa serta dua bungkusan besar berisi
Alkitab dengan mengikatnya di sebelah belakang motorku.
Maka pada suatu hari Felipe pulang dengan menuntun sepeda motor
yang baru dibelinya itu. Mukanya berseri-seri pada saat ia
memperlihatkannya kepada ibunya.
Ibunya kaget. "Sepeda motor kan amat berbahaya, Nak!
Bagaimana nanti kalau kau menabrak pohon dan mati konyol?"
Felipe mengelus-elus bahu ibunya. Pelan-pelan ia berbicara; masih
tetap ibunya lebih pandai menangkap kata-katanya daripada siapun
juga. "Tuhan akan melindungi aku," kata Felipe, dengan
suaranya yang menguak. "Dengan sepeda motor aku dapat melayani
Tuhan secara lebih baik. Aku dapat menyebarkan FirmanNya dengan kecepatan
seratus kilometer per jam!"
Mula-mula ibunya mengerutkan dahi. Tetapi lambat laun ia mulai
tersenyum, bersama-sama dengan putranya. "Memang Tuhan sudah
menolongmu secara ajaib, anakku. Hanya hati-hati, ya?"
Felipe mengangguk. Tentu saja ia akan hati-hati. Namun ia yakin
bahwa dengan bantuan kendaraannya yang baru itu, ia akan dapat
menyebarkan Firman Tuhan secara lebih luas lagi.