Jumat, 18 Juli 2014

Matius 9:32-34, A Mute Man Speaks/Orang Tuli mendengar.

karyadim642.blogspot.com
Matius 9:32-34
32 As they went out, behold, they brought to Him a man, mute and demon-possessed.
33 And when the demon was cast out, the mute spoke. And the multitudes marveled, saying, "It was never seen like this in Israel!"
34 But the Pharisees said, "He casts out demons by the ruler of the demons."

32   Ατν  δ  ξερχομένων  δο  προσήνεγκαν  ατ  κωφν  δαιμονιζόμενον. 
33   κα  κβληθέντος  το  δαιμονίου  λάλησεν    κωφός.  κα  θαύμασαν  ο  χλοι  λέγοντες·  οδέποτε  φάνη  οτως  ν  τ  σραήλ. 
34   ο  δ  Φαρισαοι  λεγον  ν  τ  ρχοντι  τν  δαιμονίων  κβάλλει  τ  δαιμόνια.

32 Sedang kedua orang buta itu keluar, dibawalah kepada Yesus seorang bisu yang kerasukan setan.
33 Dan setelah setan itu diusir, dapatlah orang bisu itu berkata-kata. Maka heranlah orang banyak, katanya: "Yang demikian belum pernah dilihat orang di Israel."
34 Tetapi orang Farisi berkata: "Dengan kuasa penghulu setan Ia mengusir setan."

1.     Sikap orang banyak : Keheranan.
2.    Sikap orang Farisi : Kebencian.

Sikap mental orang Farisi :
a.    Terlalu terikat dan kaku, dan sulit menerima perubahan-perubahan.
b.    Mereka puas dengan pengetahuan mereka sendiri.
c.    Mereka selalu berprasangka melihat apa saja.

Ayat 32: orang ini bisu karena kerasukan setan (lihatMatius 12:22; Matius 17:14-18). Sekalipun hal seperti itu sering terjadi, itu tidak berarti bahwa semua penyakit disebabkan karena kerasukan setan. Dasarnya:
a)   Kitab Suci membedakan antara ‘orang sakit’ dan ‘orang kerasukan setan’ (Matius 4:24;  Matius 8:16;  Matius 10:8).
b)   Yesus maupun rasul-rasul tidak selalu menengking setan kalau mau menyembuhkan orang sakit (lihat, Matius 9:28-30;  Kisah 3:6-7;  Kisah 9:33-35).

Banyak orang kristen yang tak percaya adanya orang yang kerasukan setan.
Ini tak Alkitabiah! Tetapi banyak orang Kharismatik / Pentakosta yang jatuh kepada extrim yang lain; mereka menganggap orang sakit pasti kerasukan setan sehingga mereka selalu menengking setan kalau mereka mengahadapi orang sakit. Ini juga kurang bijak!

Terhadap tindakan Yesus itu ada:
a)   pujian (ayat 33b).
b)   kutukan / hujatan (ayat 34).

Ø  orang memang bisa mengusir setan dengan kuasa setan. Misalnya dukun.
tetapi tuduhan itu tak cocok bagi Yesus yang selalu hidup suci.
Ø  orang-orang Farisi ini tidak buta secara jasmani seperti 2 orang dalam ayat 27, tetapi mereka buta rohani.
Ø  orang-orang Farisi itu tidak dirasuk oleh setan seperti orang dalam ayat 32, tetapi mereka dikuasai oleh setan.

Kalau kita ikut Yesus, maka dalam segala tindakan ketaatan yang kita lakukan, 2 tanggapan seperti itu bisa kita alami! Jangan sombong waktu dipuji dan jangan berhenti mentaati Tuhan waktu dikutuk!

Bekasi, 18 Juli 2014

Karyadim642.blogspot.com

Heals a mute man possessed of a demon
32 autōn  de  exerchomenōn  idou  prosēnenkan  autō  kōphon  daimonizomenon. 
33 kai  ekblēthentos  tou  daimoniou  elalēsen  o  kōphos.  kai  ethaumasan  oi  ochloi  legontes·  oudepote  ephanē  outōs  en  tō  israēl. 
34 oi  de  pharisaioi  elegon  en  tō  archonti  tōn  daimoniōn  ekballei  ta  daimonia.

MattithYahu 9:32-34
32 כשעזב ישוע את המקום הוא פגש אדם אילם שהיה אחוז שד.
33 ישוע גירש את השד, והאיש החל לדבר. ההמונים נדהמו וקראו: "מעולם לא נראו דברים כאלה בישראל!"
34 אולם הפרושים אמרו: "הוא יכול לגרש שדים משום שהוא בעצמו אחוז שד; אדון השדים נמצא בתוכו!"

32. hemah yatsa’u w’hineh hebiy’u ‘elayu ‘iysh ‘ilem ‘achuz shed.
33. way’garesh ‘eth-hashed w’ha’ilem hechel l’daber wayith’mah hamon ha’anashiym wayo’m’ru me`olam lo’-nir’athah kazo’th b’Yis’ra’El.

34. w’hap’rushiym ‘am’ru `al-y’dey sar hashediym m’garesh hu’ ‘eth hashediym.

Kamis, 17 Juli 2014

AURELIUS AUGUSTINUS

karyadim642.blogspot.com
  Ia merupakan seorang bapa gereja yang pandangan-pandangan
  teologianya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Dilahirkan di
  Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada 13 Nopember
  354. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir dan ibunya bernama
  Monica, seorang ibu yang saleh dan yang penuh kasih. Augustinus lama
  menjadi anggota katekumen, namun tidak bersedia untuk segera
  menerima sakramen baptisan. Ia memulai pendidikannya di kota
  kelahirannya, Tagaste, kemudian belajar retorika dan filsafat di
  Kartago, ibukota provinsi Afrika Utara. Setelah belajar di Kartago,
  Augustinus kembali ke kota kelahirannya dan di sana ia menjadi guru
  retorika. Pada tahun 372 ia pindah ke Kartago dan menjadi guru
  retorika di sana.

  Augustinus mengalami pergumulan yang hebat, yaitu keinginannya untuk
  mencari kebenaran yang sejati yang memberikan kepadanya suatu
  kedamaian hidup. Seluruh perjuangannya dalam mencari kebenaran
  tersebut diuraikannya dalam bukunya yang berjudul "Confessiones"
  (Pengakuan-Pengakuan). Kira-kira tahun 373 ia membaca buku
  "Hortensius", karangan Cicero, yang membawanya menjadi seorang
  pengikut Platonisme. Namun, Platonisme tidak memberikan kepadanya
  kedamaian sehingga ia berpindah lagi menjadi pengikut Manikheisme.
  Sementara itu, Augustinus memelihara seorang wanita dan dari wanita
  ini lahir seorang anak laki-laki yang diberinya nama, Adeodatus.
  Hubungannya dengan wanita ini berlangsung selama lima belas tahun
  lamanya.

  Ibunya, Monica, sangat sedih karena kelakuan anaknya itu. Ia
  senantiasa berdoa dengan bercucuran air mata agar anaknya ini
  bertobat dari jalan yang sesat itu. Monica berkali-kali mengunjungi
  uskupnya untuk meminta nasihatnya. Sang uskup menghibur Monica
  dengan kata-kata, "Anak yang didoakan dengan banyak air mata,
  mustahil ia binasa."

  Tahun 382 Augustinus berangkat ke Roma. Di sini ia membuka sekolah
  retorika, namun sekolahnya itu dipindahkan ke Milano. Di Milano ia
  meninggalkan Manikheisme dan berpindah sebagai seorang pengikut Neo-
  Platonisme. Kemudian ibunya juga datang ke Milano.

  Augustinus sama sekali tidak tertarik kepada Alkitab. Ia menganggap
  bahasa yang dipergunakan oleh Alkitab sangat kasar dan rendah
  mutunya. Banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan aneh.

  Di Milano terdapat seorang uskup yang sangat cakap dalam berkhotbah
  dengan mempergunakan bahasa yang menarik hati. Uskup itu adalah
  Ambrosius. Augustinus ingin berkenalan dengan sang uskup dan sering
  masuk gereja untuk mendengarkan khotbah-khotbahnya. Dari khotbah-
  khotbah Ambrosius, Augustinus kini melihat keindahan dalam Kitab
  Suci. Ia kini menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan hatinya.

  Pada tahun 386 Augustinus sedang duduk dalam taman di rumahnya.
  Tiba-tiba ia mendengar suara anak kecil yang sedang bermain di taman
  mengatakan, "Ambillah dan bacalah!" Suara hatinya mengatakan bahwa
  yang disuruh ambil dan baca tidak lain daripada Alkitab. Ia
  mengambil dan membukanya. Augustinus membaca Roma 13:13-14, "Marilah
  kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta
  pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan
  dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus
  Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat
  tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." Augustinus yakin bahwa itulah
  suara Roh Kudus sehingga ia mengalami pertobatan. Menjelang
  Augustinus dibaptis, pada hari Minggu Paskah 387 di Milano, ia
  bersama ibunya, Adeodatus, dengan beberapa sahabatnya bersemedi di
  Cassaciacum, dekat Milano. Ibunya sangat bergembira dengan
  pertobatan anaknya itu. Maka Augustinus pun dibaptis oleh Uskup
  Ambrosius bersama-sama dengan anaknya, Adeodatus, dan beserta dengan
  sahabatnya, Alypius dan Evodius.

  Sesudah pertobatan dan baptisannya, Augustinus memutuskan
  hubungannya dengan dunia. Harta miliknya dijualnya dan dibagi-
  bagikannya kepada orang-orang miskin. Ia ingin melayani Kristus
  sampai dengan ajalnya.

  Kemudian Augustinus bersama-sama anak dan ibunya, Monika, bersiap-
  siap untuk kembali ke Afrika. Sayang ibunya meninggal dunia di kota
  pelabuhan Ostia sementara menunggu kapal yang akan membawa mereka ke
  negerinya. Augustinus menguburkan ibu terkasihnya di Ostia sesuai
  dengan permintaan Monica menjelang kematiannya, sebagai berikut.
  "Kuburkanlah aku di mana saja dan janganlah dirimu susah karenanya;
  hanya satu perkara aku mohon, yaitu doakanlah aku di altar Allah di
  mana pun engkau berada". Augustinus bersama Adeodatus berserta kedua
  temannya berangkat ke Tagaste.

  Cita-cita Augustinus sekarang adalah hidup sebagai seorang biarawan.
  Tahun 388 ia bersama dengan Alypius dan Evodius membentuk suatu
  semibiara di Tagaste. Anaknya, Adeodatus, meninggal dunia di Tagaste
  pada tahun 390.

  Pada tahun 391 Augustinus berkunjung ke Hippo Regius. Umat di Hippo
  Regius meminta agar Augustinus ditahbiskan menjadi presbiter untuk
  membantu uskup Valerius yang sulit berkhotbah dalam bahasa Latin.
  Tahun 396 Uskup Valerius meninggal dan Augustinus ditahbiskan
  sebagai uskup Hippo Regius pengganti Valerius. Cita-citanya untuk
  hidup dengan damai dalam biara terpaksa ditinggalkannya. Ia menjadi
  uskup Hippo Regius sampai dengan meninggalnya pada 28 Agustus 430,
  ketika suku-suku bangsa Vandal mengepung kota Hippo Regius.

  Augustinus adalah seorang teolog besar dalam sejarah gereja. Ia
  adalah murid Paulus. Ia banyak menulis yang di dalamnya kita dapat
  menimba pandangan teologianya. Ia juga seorang yang dikenal sebagai
  penentang penyesat-penyesat yang gigih. Perlawanannya dengan
  Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan
  sakramen. Baginya, gereja bukanlah persekutuan yang inklusif, yaitu
  yang hanya terdiri dari orang-orang suci. Gereja adalah kudus pada
  dirinya sendiri dan bukan karena kekudusan (kesucian) anggota-
  anggotanya. Di dalam gereja terdapat orang-orang yang baik dan
  orang-orang yang jahat. Di luar gereja juga terdapat pula orang-
  orang yang baik. Nampaknya Augustinus berpendapat bahwa orang-orang
  baik yang berada di luar gereja akan menjadi anggota gereja sebelum
  mereka meninggal.

  Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya sakramen
  bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang melayankan sakramen
  tetapi bergantung kepada Kristus sendiri. Pelayan sakramen hanyalah
  alat dari Kristus. Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima
  sakramen baptisan yang dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan
  diri sebagai sakramen yang sah. Jikalau ada orang Donatisme yang
  kembali kepada gereja yang resmi, mereka tidak perlu dibaptiskan
  kembali.

  Dalam perlawanannya dengan ajaran Pelagius, ia melahirkan pandangan
  teologianya tentang kehendak bebas, dosa turunan, dan rahmat. Ia
  mengajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan Allah dengan karunia-
  karunia adikodrati. Karunia-karunia ini hilang pada waktu Adam jatuh
  ke dalam dosa. Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya
  takluk di bawah dosa. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya
  sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan karena rahmat Allah semata-
  mata. Sesudah Adam jatuh ke dalam dosa, seluruh manusia berada dalam
  keadaan tidak mungkin tidak berdosa. Allah akan memilih orang-orang
  yang akan menerima karunia-Nya. Nampaknya di sini Augustinus
  mengajarkan ajaran predestinasi, ajaran yang kemudian dikembangkan
  oleh Calvin abad ke-16 dan Jansen pada abad ke-18.

  Sepanjang hidupnya Augustinus banyak menulis. Tulisannya yang
  berjudul "Confessiones" ditulisnya sebelum tahun 400. Di dalamnya
  diceritakan riwayat hidup sampai pertobatannya. Karya besarnya yang
  lain adalah "De Civitate Dei" (Kota Allah) dan "De Trinitate"
  (Trinitas). "De Civitate Dei" terdiri dari 22 buku. Sepuluh buku
  pertama menguraikan tentang iman Kristen. Dua belas buku berikutnya
  menguraikan tentang perjuangan kota Allah (Civitas Dei) dengan kota
  dunia (Civitas Terrena). Kota Allah akan mengalahkan kota dunia.
  Yang dimaksudkan dengan Kota Allah adalah gereja dan Kota Dunia
  adalah kerajaan-kerajaan dunia ini, khususnya kekaisaran Roma. "De
  Trinitate" terdiri dari lima belas buku. Sebagian besar merupakan
  kumpulan surat-surat, khotbah-khotbah, dan suatu kumpulan dialog
  filosofis. Tidak lama sebelum kematiannya ia menerbitkan bukunya
  yang berjudul "Retractations", di mana ia meninjau kembali karya
  literernya.

TERTULLIANUS


Quintus Septimius Florens Tertullianus – atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tertullianus. Ia lahir di Kartago, dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir serta terlatih dalam kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan Gereja di wilayah Barat.

Sebelumnya, para penulis Kristen umumnya menggunakan bahasa Yunani – bahasa yang agak fleksibel dan halus, yang cocok digunakan untuk berfilsafat dan berdebat tentang hal-hal sederhana. Acap kali, orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani menggunakan cara berfilsafat seperti ini terhadap keyakinan mereka.

Meskipun Tertullianus, pengacara kelahiran Afrika itu, dapat berbahasa Yunani, ia memilih menulis dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan unsur-unsur moral dan praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara yang berpengaruh ini telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya.

Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubungan-Nya dengan Bapa, Tertullianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih kita pegang: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.

Ketika dia menyiapkan apa yang menjadi doktrin Trinitas, Tertullianus tidak mengambil terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona bukanlah "pribadi" (person), seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan suatu pihak dalam suatu perkara (di pengadilan). Dengan demikian, jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).

Meskipun Tertullianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan Yerusalem (gereja)?" namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut mempengaruhinya. Ada yang berkata bahwa ide dosa asal bermula dari Stoisisme, kemudian diambil alih Tertullianus dan selanjutnya merambat ke Gereja Barat. Agaknya ia berpendapat bahwa roh (jiwa) itu adalah sebentuk benda: seperti tubuh dibentuk ketika pembuahan, maka roh pun demikian. Dosa Adam diwariskan seperti rangkaian genetik.

Gereja-gereja Barat menyimak ide ini, tetapi ide ini tidak dialihkan ke Timur (yang mempunyai pandangan yang lebih optimistik tentang sifat manusia).

Kira-kira pada tahun 206, Tertullianus meninggalkan Gereja untuk bergabung dengan sekte Montanis, sekelompok orang puritan yang bereaksi melawan apa yang mereka anggap sebagai kelonggaran moral di antara orang-orang Kristen. Mereka berharap kedatangan Kristus kedua kali itu segera terjadi. Mereka juga menekankan kepemimpinan Roh Kudus secara langsung, bukan kepemimpinan para rohaniwan yang ditahbiskan.

Meskipun Tertullianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan kuasa dan wibawa para rasul kepada para uskup – namun ia tidak dapat menerima bahwa para uskup memiliki kuasa mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini akan menjurus pada terpuruknya moral. Sementara itu para uskup terlampau yakin akan kuasa tersebut. Bukankah semua orang percaya adalah imam? Apakah ini Gereja para orang kudus yang dikelola mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang kudus dan orang-orang berdosa yang dikelola "kelas" profesional yang dikenal sebagai rohaniwan?

Tertullianus sebenarnya berenang melawan arus. Selama lebih kurang dua belas abad kaum rohaniwan mendapat tempat khusus. Ketika Martin Luther menantang gereja, maka penekanan pada 'imamat semua orang percaya' kembali terangkat.

KOM 220.1 MENGENAL PL/Kitab Sejarah (Hakim-hakim, Rut)














Senin, 14 Juli 2014

BEKERJA KERAS DAN CERDAS

karyadim642.blogspot.com
"...Orang bilang Knowledge is Power, menurut kami yang tepat adalah Knowledge, Without Correct Habits, is Powerless..."
Prof. Roy Sembel
Ketika saya lulus SMA, saya mendapat STTB (Surat Tanda Tamat Belajar). Setelah saya renungkan, aneh juga ya. Itu berarti belajar saya sudah tamat alias selesai. Dengan demikian, saya tak perlu belajar lagi. Padahal, belajar adalah suatu proses yang seharusnya berlangsung seumur hidup. Dalam kerangka pikir WISDOM, belajar adalah bagian dari huruf D, yaitu Didik.
Berbicara tentang kata "didik", banyak orang mengasosiasikannya dengan pendidikan formal. Padahal, didik yang dimaksudkan di sini adalah pembelajaran dalam arti luas. Pembelajaran dapat dilakukan melalui sekolah formal (SD, SMP, SMU, sekolah kejuruan, perguru­an tinggi, dsb), membaca buku, menyaksikan/mendengarkan talk show, mengikuti seminar, pelatihan, learning by doing, belajar dari pengalaman orang lain, mentorship, belajar lewat mengajar, dll.
Selain itu, banyak orang sering salah kaprah mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk meningkatkan kecerdasan inteligensia (IQ) atau bahkan sekadar mengumpulkan pengetahuan. Pasalnya, pepatah berkata: Knowledge is power (pengetahuan adalah kekuasaan). Padahal telah banyak bukti menyatakan bahwa kesuksesan seseorang hanya sekitar 10% tergantung dari pengetahuan dan kecerdasan analitis (IQ). Sebagian besar (90%) faktor penentu sukses justru hal yang berhubungan dengan motivasi dan perilaku. Untuk itu dibutuhkan kecerdasan lain, misalnya kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan kreativitas (CQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Jadi, pepatah Knowledge is Power! perlu diubah menjadi Know­ledge, without correct habits, is powerless!
Tindakan yang Anda lakukan akan membentuk kebiasaan. Kebiasaan akan membangun karakter. Karakter Anda akan menentukan nasib Anda. Agar pembelajaran menjadi relevan untuk mendukung kesuksesan, diperlukan pembelajaran yang bersifat holistik. Pendekatan tradisional perlu diperbaiki sehingga mencakup peningkatan CQ, EQ, dan SQ. IQ berhubungan dengan hardskills atau ketrampilan teknis. Sementara itu, CQ, EQ, dan SQ berhubungan dengan softskills. Softskills mencakup intrapersonal skills, interpersonal skills, dan extrapersonal skills, serta ultrapersonal skills.
Intrapersonal skills adalah ketrampilan untuk mengelola diri pribadi. Komponen dari intrapersonal skills di antaranya ketrampilan untuk manajemen waktu, manajemen stres, manajemen perubahan, berpikir kreatif, dan menetapkan tujuan. Interpersonal skills adalah ketrampilan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Komponen dari interpersonal skills di antaranya ketrampilan untuk berkomunikasi, mem­bangun hubungan, memotivasi, memimpin, memasarkan diri, bernegosiasi, melakukan presentasi, dan berbicara di depan publik. Sementara itu extrapersonal skills berkaitan dengan hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Keharmonisan hubungan manusia dengan lingkungan hidup akan menunjang kesuksesan yang berkelanjut­an. Last but not least, ultrapersonal skills adalah ketrampilan mengelola hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Mau sukses? Ayo terus belajar!

Penulis adalah Guru Besar di Fakultas Ekonomi UKI Jakarta, Academic Expert Advisor Universitas Ciputra Surabaya, Komisaris Independen Bank Niaga, dan Majelis/Guru Sekolah Minggu di GKT Mega Mal
Dalam rangkaian artikel sebelumnya, kita telah membahas uraian 4 huruf pertama dari WISDOM. Artikel kali ini membahas huruf ke-5, yaitu O (Otak/Otot). Kebiasaan untuk bekerja lebih keras (Otot) dan cerdas (Otak), bila konsisten dilakukan terus menerus akan membedakan antara orang yang nasibnya biasa-biasa saja seperti kebanyakan orang lain dan orang yang pencapaiannya luar biasa. Tiap orang dianugerahi modal yang sama setiap harinya, yaitu 24 jam atau 1.440 menit atau 86.400 detik. Pertanyaannya, sudahkan Anda menggunakan modal tersebut dengan baik? Kuncinya adalah kerja (lebih) keras dan (lebih) cerdas!
MENCIPTAKAN WAKTU EKSTRA 
Kebanyakan orang bekerja 8 jam sehari (dari pukul 08.00–17.00, termasuk jeda makan siang sekitar 1 jam) selama 5 hari dalam seminggu. Bila Anda bekerja sedikit lebih keras, misalnya dengan datang 30 menit lebih awal, pukul 07.30 dan pulang 30 menit lebih lambat (17.30), Anda memperoleh 1 jam ekstra kerja setiap hari. Hasilnya, Anda akan memperoleh tambahan jam kerja sekitar 22 jam setiap bulannya atau sekitar 264 jam setiap tahunnya. Tambahan jam kerja sebanyak 264 jam tiap tahunnya setara dengan tambahan hari kerja sebanyak 33 hari atau 6-7 minggu kerja, atau 1,5–2 bulan kerja. Tentu saja ada jauh lebih banyak pekerjaan yang bisa Anda selesaikan dengan tambahan 33 hari kerja per tahun. Hebatnya, tambahan 33 hari kerja itu Anda peroleh tanpa ­mengurangi jumlah hari libur Anda!
PENTING ATAU GENTING: DOING WHAT MATTER
Itu baru kerja kerasnya. Lalu bagaimana dengan kerja cerdasnya? Anda bekerja lebih cerdas bila Anda bisa menghasilkan lebih banyak dalam waktu yang sama atau bahkan kurang. Bagaimana cara­nya? Tipsnya sebenarnya juga sederhana. Kuncinya adalah gunakan waktu Anda untuk aktivitas yang membawa dampak besar terhadap pencapaian tujuan yang telah Anda tetapkan.
Untuk mem­bantu Anda memanfaatkan waktu sebaik mung­kin, guna­kan metode sederhana yang telah banyak diketahui orang namun jarang dipraktikkan. Ambil secarik kertas, bagi menjadi empat kotak menurut kombinasi Penting vs Tidak Penting, dan Genting vs Tidak Genting (lihat tabel).
      
Buat daftar kegiatan Anda sehari-hari. Evaluasi kegiatan Anda dan tempatkan setiap kegiatan itu ke dalam salah satu kotak di Gambar 1. Kegiatan dikatakan penting bila memiliki dampak besar membantu pencapaian tujuan Anda. Bila tidak, kegiatan itu tidak penting. Kegiatan dikatakan genting atau mendesak bila harus segera dilakukan misalnya karena deadline-nya telah dekat atau karena kondisi lain yang dapat memaksa kita harus segera bertindak.
Kegiatan yang genting belum tentu penting. Kebanyakan orang mengisi waktunya dengan aktivitas yang genting atau mendesak, tanpa sempat menilai apakah kegiatan itu penting. Mereka diburu-buru kegiatan-kegiatan yang genting karena disuruh si Bos, diminta kolega, dituntut oleh kerabat, dikejar salesman produk yang aneh-aneh, dll.
Kehidupan yang penuh dengan kegiatan genting sangatlah melelahkan. Pada akhir hari, Anda kehabisan energi dan semangat. Besok masih menunggu banyak aktivitas genting lagi. Begitu seterusnya rutinitas kehidupan kebanyakan orang. Akibatnya, waktu berlalu cepat tanpa membawa hasil memadai. Ujung-ujungnya lesu, lelah, letih, lemah, hilang energi, dan akhirnya frustrasi!
Dengan bekerja lebih keras dan lebih cerdas, di bawah pimpinan hikmat Tuhan, kita akan mampu meraih tujuan hidup sesuai kehendak-Nya. Salam WISDOM!
Prof. DR. Roy Sembel

Penulis adalah Guru Besar di Fakultas Ekonomi UKI Jakarta, Academic Expert Advisor Universitas Ciputra Surabaya, Komisaris Independen Bank Niaga, dan Majelis/Guru Sekolah Minggu di GKT Mega MalFinancial Expert