KISAH
TUKANG CETAK YANG TERDAMPAR
Pada
tahun-tahun 1940-an, Amerika Serikat dan Kekaisaran Jepang sedang berperang di
seluruh kawasan Lautan Pasifika yang luas.
Dalam
masa peperangan di sekitar perairan besar itu, berkali-kali ada tentara
Amerika
yang pesawat terbangnya jatuh atau kapal perangnya terkandas di dekat
salah
satu pulau kecil. Sering tentara-tentara yang malang itu merasa sangat
khawatir
dan was-was, karena mereka tahu bahwa di kawasan Lautan Pasifika masih
ada
suku yang belum beradab bahkan masih ada pemakan daging manusia.
Namun
berkali-kali pula tentara-tentara Amerika yang terdampar itu mendapati
bahwa
orang-orang pribumi di pulau-pulau Lautan Pasifika menerima mereka dengan
baik.
Luka-luka mereka diobati; mereka diberi makanan dan pemondokan.
Yang
sering menjadi alasan, mengapa kaum pribumi di pulau-pulau itu berbelas
kasihan
terhadap orang-orang Amerika yang mendapat kecelakaan ialah karena kaum
pribumi
itu adalah orang-orang Kristen. Bahkan kadang-kadang tersingkap bahwa
seluruh
penduduk di salah satu pulau kecil yang terpencil itu sudah percaya
kepada
Tuhan Yesus.
Bagaimana
Firman Allah sampai tersebar di sekian banyak pulau di Lautan
Pasifika,
serta sangat mempengaruhi sejarah yang berikutnya dari suku-suku
pribumi
yang tinggal di sana?
Jawaban
atas pertanyaan itu merupakan suatu cerita yang panjang. Sebagian dari
ceritanya
telah dibawakan dalam artikel, dengan judul "Bahasa yang
Belum
Pernah Ditulis." Sebagian lagi diceritakan di artikel ini.
Hiram
Bingham, Jr., lahir di kepulauan Hawaii pada tahun 1831, sebelas tahun
setelah
orang tuanya tiba di sana sebagai utusan Injil. Sebagai seorang anak
kecil
ia sudah tahu bahwa ayahnya sibuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa
Hawaii:
Bukankah ia sendiri yang kadang-kadang menolong dengan mengantarkan
kertas
ke bengkel percetakan
Ketika
ia sudah besar, Hiram Binghan, Jr. pergi ke tanah air orang tuanya untuk
meneruskan
pendidikannya. Di sana ia tamat dari Universitas Yale yang terkenal.
Di
sana ia menikah dengan seorang pemudi Kristen. Dan di sana pula mereka berdua
merasa
dipanggil Tuhan untuk pergi sebagai utusan Injil ke kepulauan Kiribati di
Lautan
Pasifika.
Anak-anak
gereja di Amerika mempunyai andil khusus dalam usaha mengabarkan
Firman
Tuhan di antara pulau-pulau yang jauh itu: Bukankah mereka telah
mengumpulkan
persembahan khusus demi membeli sebuah kapal? Kapal itu yang
bernama
Morning Star (Bintang Kejora), berlayar dari pelabuhan Boston pada tahun
1856.
Dan dua orang di antara penumpangnya adalam Hiram Bingham, Jr. dengan
istrinya.
Setelah
berlayar selama berbulan-bulan, kapal Morning Star itu berlabuh di
kepulauan
Hawaii. Di sana Hiram Bingham sempat memperkenalkan pengantinnya yang baru itu
kepada orang tuanya. Tetapi perjalanan mereka belum selesai: Mereka
harus
berlayar terus sejauh seribu lima ratus kilometer lagi ke arah barat daya,
baru
mereka akan tiba di kepulauan Kiribati.
Orang-orang
pribumi di kepulauan Kiribati itu cukup ramah, asal orang-orang
asing
yang datang ke sana tidak mengganggu atau menyakiti mereka. Tetapi ada
juga
penduduk yang sangat galak di pulau-pulau lain dekat kepulauan itu. Maka
dengan
agak khawatir juga Pdt. dan Ny. Bingham melihat kapal Morning Star
berangkat
lagi, meneruskan tugasnya berkeliling di atara pulau-pulau yang sudah
dihuni
utusan Injil. Mungkin baru satu tahun kemudian kapal itu akan sempat
mampir
lagi ke kepulauan Kiribati.
Pdt.
Bingham mulai mengerjakan tugas berat yang sudah dilakukan lebih dahulu
oleh
ayahnya di kepulauan Hawaii, yaitu: mempelajari suatu bahasa yang belum
pernah
ditulis. Ia harus menunjuk sesuatu, mendengar namanya yang diucapkan oleh
seorang
penduduk setempat, lalu harus berusaha menulis sesuatu yang mirip dengan
bunyi
lafalnya.
Sering
juga tugas itu membuatnya merasa bingung. Misalnya, ada seorang ibu yang
memanggil
anaknya, dan anaknya itu berlari kepadanya. Tetapi soalnya, . .
.
apa arti ssungguhnya dari kata-kata yang diserukan sang ibu itu? Mungkin
"Ayo,
waktu makan!" Mungkin "Tolong Ibu kerjakan ini!" Mungkin juga,
"Anak yang
nakal,
cepat kau ke mari!" Bagaimanakah seorang asing dapat membedakan, manakah
maknanya
yang tepat?
Namun
Pdt. Bingham dan istrinya belajar dan bekerja terus. Sedikit demi sedikit
mereka
dapat mengerti bahasa orang Kiribiti. Dan sedikit demi mereka dapat mulai
menyusun
sendiri kalimat-kalimat dalam bahasa itu.
Dengan segera mereka mulai mencari
kata-kata yang tepat untuk menerjemahkan
Firman Tuhan. Kitab yang
pertama-tama mereka kerjakan ialah, mengirim naskah
terjemahan itu ke kepulauan Hawaii.
Berbulan-bulan kemudian, barulah hasil
cetakannya itu dikirim kembali dari
sana.
Sementara
itu, Pdt. dan Ny. Bingham sudah mulai bersaksi kepada orang-orang
setempat.
Sebagai hasilnya, ada saudara-saudara seiman yang dapat menolong
mereka
dengan tugas-tugas mereka. Pdt. Bingham bahkan sempat pergi ke pulau-pulau terdekat
yang penduduknya kurang ramah itu; ia berani menceritakan kasih Tuhan Yesus
kepada mereka juga.
Karena
banyaknya macam pekerjaan yang harus dilakukan, tugas terjemahan itu
tidak
selalu berjalan dengan lancar. Namun lambat laun seluruh Kitab Injil
Matius
berhasil disiapkan untuk proses pencetakan. Dengan rasa syukur Pdt.
Bingham
mengirim naskahnya ke kepulauan Hawaii. Dengan harapan besar ia dan
semua
orang Kristen di kepulauan Kiribati menunggu kedatangan kembali sebuah
kapal
yang akan melintasi jarak seribu lima ratus kilometer itu.
Setelah
tiga belas bulan menunggu-nunggu, datanglah juga sebuah kapal dari
kepulauan
Hawaii. Pdt. dan Ny. Bingham, dengan diiringi banyak penduduk
Kiribati,
menyongsongnya di pesisir. Namun mereka sangat kecewa: yang dimuat
kapal
itu, bukan Kitab-Kitab Injil Matius dalam bahasa mereka sendiri, melainkan
sebuah
mesin cetak kecil, lengkap dengan tinta dan kertas. Terlampir juga berita
ini:
"Lebih baik kalian mencetaknya sendiri di sana. Dengan demikian tidak usah
menunggu-nunggu
hasilnya."
Alangkah
sedihnya Hiram Bingham, Jr.! Ia tidak tahu apa-apa tentang seni cetak.
Bagaimanakah
ia dapat merakiti dan menjalankan mesin cetak itu?
Memang
ia dan istrinya mencoba. Tetapi tugas itu terlalu rumit bagi mereka.
Rupa-rupanya
mereka harus menunggu-nunggu lagi, sambil mengirim naskah
terjemahan
Kitab Injil Matius ke kepulauan Hawaii.
Pdt.
Bingham merasa begitu kecewa sampai-sampai ia sulit tidur. Sepanjang malam
ia
berdoa saja.
Pagi-pagi
ada seorang anak laki-laki kecil yang berseru di luar rumahnya: "Pak!
Pak!
Ada perahu kecil yang datang"? Datangnya dari mana? Siapa pendayungnya?
Pdt.
dan Ny. Bingham bergegas pergi ke pesisir. Betul juga berita tadi: Ada
perahu
kecil yang di dayung oleh empat orang, makin lama makin mendekati pantai.
Ternyata
mereka itu orang-orang Barat, sama seperti keluarga Bingham sendiri.
"Kalian
siapa?" Pdt. Bingham berseru.
"Awak
kapal laut," jawab keempat pria itu.
"Kalau
begitu, di mana kapal kalian?" Pdt. Bingham bertanya lagi.
"Terkandas
di tengah laut," mereka menjelaskan. "Hanya kami berempat yang masih
hidup.
Kami sudah berdayung kemari sejauh seratus lima puluh kilometer."
Para
pelaut yang terdampar itu senang sekali bertemu dengan seseorang yang dapat
berbicara
bahasa Inggris. Keluarga Bingham langsung menampung mereka di rumah
serta
memberi mereka makan.
Setelah
kekuatan mereka sedikit pulih kembali, mereka mulai jalan-jalan di pulau
itu.
Ada kemungkinan besar mereka harus menunggu lama sekali, baru ada kapal
yang
akan mampir lagi yang dapat membawa mereka pulang. Sementara itu, jika ada
tugas
yang dapat mereka kerjakan, mereka ingin melakukannya sebagai jalan untuk
membalas
budi kepada keluarga Bingham yang baik hati.
Salah
seorang pelaut yang terdampar itu bernama Pak Hotchkiss. Ia menemukan
mesin
cetak kecik yang telah dikirim dari Hawaii itu, yang masih tersimpan dalam
dosnya.
"Wah,
apa ini? tanyanya. "Kalian suka mencetak di pulau yang terpencil
ini?"
Dengan
sedih Pdt. Bingham menggelengkan kepalanya dan menjelaskan apa yang
terjadi.
Senyuman
Pak Hotchkiss itu lebar sekali. "Aku tukang cetak, Pak," katanya.
"Dalam
sekejap saja aku dapat menjalankan mesin yang kecil mungil ini. Berikan
aku
apa saja yang Bapak mau cetak, dan aku akan mengerjakannya. Gampang. Aku
juga
dapat mengajar Bapak dan orang-orang lain, bagaimana caranya menjalankan
mesin
ini."
Hiram
Bingham, Jr. gembira sekali. "Pasti Hotchkiss memang berhasil merakiti
mesin
cetak itu. Ketika sebuah kapal mampir dan ketiga temannya itu hendak
menaikinya
dan pulang, ia sendiri memutuskan untuk tinggal lebih lama di
kepulauan
Kiribati. Dan ia memang menetap di sana sampai Kitab Injil Matius
selesai
dicetak, dan sampai Pdt. Bingham serta kawan-kawanya di antara penduduk
setempat
itu sudah dilatih dengan baik, bagaimana menjalankan mesin cetak.
Kemudian
menyusul Kitab Injil Yohanes dalam bahasa Kiribati, lalu Surat Efesus.
Tidak
mungkin terus mencetak kitab-kitab lainnya, karena persediaan kertas sudah
habis.
Namun Pdt. Bingham dan istrinya berbesar hati, oleh karena Firman Tuhan
sudah
mulai meresap ke dalam hati penduduk kepulauan karibiti.
Ternyata
Hiram Bingham, Jr. tidak dikaruniai Tuhan dengan kesehatan yang
sempurna.
Musatahil ia dapat bekerja sekeras ayahnya dulu. Berkali-kali ia jatuh
sakit,
dan terjemahannya itu terpaksa dilanjutkannya sambil berbaring di tempat
tidur.
Pembantunya dalam pekerjaan yang mulia itu hanya ada dua orang saja,
yakni:
istrinya yang setia, dan seorang mantan muridnya yang bernama Musa Kaure.
Walau
demikian, Pdt. Bingham berani berjuang terus. Hampir empat puluh tahun
dari
masa hidupnya dihabiskannya untuk melaksanakan karya terjemahan itu.
Akhirnya
pada tahun 1893 seluruh Alkitab diterbitkan dalam bahasa Kiribati. Dan
isiya
makin lama makin mempengaruhi cara hidup para penduduk pulau-pulau di
Lautan
Pasifika itu.
Itulah
sebabnya ketika ada seorang tentara Amerika serikat yang datang ke
kepulauan
Kiribati pada tahun 1944 semasa Perang Dunia II, ia dan salah seorang
penduduk
setempat saling menukar Alkitab. Alkitab bahasa Inggris ditinggalkan
sebagai
kenang-kenangan di kepulauan Kiribati, dan Alkitab bahasa Kiribati
dikirim
kepada ibu tentara di tanah airnya.
Ibu tentara itu kemudian menulis
sepucuk surat yang berisi pertanyaan, yang
dialamatkannya kepada Lembaga
Alkitab Amerika. Sebagai jawaban, ibu itu mendapat keterangan seperti yang
dimuat dalam pasal ini, tentang bagaimana Firman Tuhan mula-mula sampai di
kepulauan Kribati, . . . berpuluh-puluh tahun
sebelumnya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar