karyadim642.blogspot.com |
Prof. Roy Sembel
Guru besar Ekonomi Keuangan dan Praktisi Bisnis di Jakarta
Saat tulisan ini dibuat, hadiah Nobel 2013 dari
berbagai bidang sudah diumumkan. Tahun ini, pemenang Hadiah Nobel Ekonomi ada
tiga orang: Prof. Eugene Fama, Prof. Lars Hansen, dan Prof. Robert Shiller,
untuk karya mereka di bidang “… Empirical analysis of asset prices …” (analisis
empiris terhadap harga aset). Saat membaca pengumuman pemenang Nobel tersebut,
saya tersenyum dan merasa bangga karena Prof. Eugene Fama adalah ‘kakek guru’
saya. Pasalnya, pembimbing disertasi doktor saya di University of Pittsburgh,
Prof. Gershon Mandelker, adalah murid langsung dari Prof. Eugene Fama. Congrats
Prof. Fama!
Penghargaan Nobel untuk Prof. Fama seharusnya sudah terjadi
minimal sebelum peralihan milenium.
Pasalnya, konsep yang berseberangan dengan konsep Fama, yaitu Behavioral
Economics (dan aplikasinya di Behavioral Finance) oleh Prof. Daniel Kahneman
dan kawan-kawan, sudah memperoleh penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2002. Padalah
konsep Efficient Market / Pasar Efisien (PE) oleh Prof. Fama dan kawan-kawan,
sudah dimulai sekitar 1-2 dekade sebelum Behavioral Finance. PE telah menjadi
bagian dari arus utama ilmu keuangan / investasi pada dekade 80-an dan 90-an.
Hasil riset PE telah membuahkan produk baru bernilai ratusan milyar Dollar AS
yang menguntungkan ratusan juta investor di industri jasa keuangan.
Selama 17 tahun terakhir, setiap kali mengajar
kelas Investasi, saya tak pernah lupa menyisipkan konsep PE. Dari hasil diskusi
dengan mahasiswa dan rekan-rekan akademisi maupun praktisi, banyak orang salah
memahami PE karena memang jika hanya dilihat sepintas di permukaan, seolah-olah
PE tidak masuk akal. Jadi upaya memahami PE tidak bisa sekadar sambil lalu.
Pasar, dalam hal ini pasar finansial, dikatakan efisien jika
harga yang terbentuk di pasar tersebut sudah mencerminkan informasi relevan
yang tersedia pada saat itu. Ibarat air yang mengalir dari atas ke bawah
akhirnya mencapai laut, informasi pada akhirnya akan tercermin dalam harga yang
terbentuk. Mekanismenya adalah melalui aksi jual/beli yang diambil oleh para
investor berdasarkan informasi yang tersedia tersebut. Adu kuat antara
informasi positif dan negatif menghasilkan konsensus berupa harga yang
terbentuk di pasar finansial.
Jika pasar sudah efisien (harga sudah
mencerminkan informasi yang tersedia), maka pergerakan harga selanjutnya tidak
lagi tergantung informasi yang sudah ada, melainkan tergantung informasi baru
yang belum ada sebelumnya. Dengan demikian, pergerakan harga di masa depan
tidak bisa diramalkan karena per definisi, informasi baru tidak bisa diramalkan
(kalau sudah bisa diramalkan berarti informasi tersebut tidak baru). Sebagai
contoh, jika berdasarkan informasi yang ada sekarang harga seharusnya berada di
level Rp 1000 dan sekarang harga sudah Rp 1000 (sudah efisien), maka
menggunakan informasi bahwa harga seharusnya Rp 1000 kita tidak bisa lagi
berbuat apa-apa. Perubahan harga ke depan tergantung informasi baru yang datang
positif atau negatif. Jika informasi baru positif (negatif) harga akan bergerak
naik (turun).
Karena informasi baru tidak bisa diprediksi waktu tibanya dan
isinya positif atau negatif, maka pergerakan harga ke depan juga tidak bisa
diprediksi dan bersifat acak atau random. Pergerakan harga ini disebut sebagai
Random Walk (langkah acak). Untuk diingat bahwa output harga yang dihasilkan
oleh pasar merupakan hasil konsensus dari ribuan bahkan jutaan orang. Wisdom
dari jutaan orang yang terakumulasi di pasar jauh melebihi wisdom 1 orang
tercerdas maupun 1 institusi terhebat sekalipun.
Berdasarkan konsep ini, seorang investor tak
akan bisa mengalahkan pasar secara konsisten. Artinya, kinerja investasi
seorang investor yang berusaha mengalahkan pasar, padahal informasi yang
dimilikinya sudah tercermin dalam harga yang terbentuk di pasar, tak akan bisa
mengalahkan kinerja pasar secara konsisten. Kalau cuma berhasil sekali-sekali
mungkin saja bisa. Itu namanya kebetulan. Dari jutaan orang, bisa saja ada satu
atau dua orang seperti Warren Buffett yang bisa mengalahkan pasar secara
konsisten. Itu juga kebetulan. Kalau ada 1 juta orang yang melempar koin
masing-masing 50 kali, bisa saja secara kebetulan 1 atau 2 orang mendapat 50
kali berturut-turut sisi muka dari koin tersebut.
Konsep PE mendapat banyak dukungan bukti riset empiris. Bukti
yang paling menonjol diperoleh dari kinerja dari reksadana saham yang dikelola
oleh para manajer investasi profesional. Logisnya, para profesional seharusnya
lebih pakar dibanding pasar. Kenyataannya, secara rata-rata, kinerja pasar
lebih baik dibanding kinerja rata-rata reksadana saham. Sekitar 2/3 dari
reksadana saham memiliki kinerja di bawah kinerja pasar (diwakili oleh indeks
komposit pasar). Sementara itu 1/3 reksadana yang kinerjanya di atas pasar
berganti-ganti dari tahun ke tahun, alias sangat jarang yang secara konsisten
terus mengalahkan pasar. Artinya, mungkin sekali itu terjadi secara kebetulan.
Bahkan investor sekaliber Warren Buffet pun tidak selalu bisa mengalahkan
pasar, dan telah beberapa kali mengalami kerugian.
Berdasarkan hasil riset ini, muncullah jenis
reksadana baru, yaitu reksadana indeks. Reksadana ini terdiri dari banyak saham
sesuai dengan isi dari indeks komposit pasar. Kinerjanya akan mirip dengan
kinerja indeks komposit pasar sehingga cenderung mengalahkan 2/3 dari reksadana
saham yang menggunakan berbagai cara lain dalam upaya mengalahkan pasar (dan
ternyata tidak berhasil). Reksadana indeks saat ini cukup populer di AS, dengan
nilai portofolio total mencapai ratusan milyar dollar AS.
Konsep
tandingan
Konsep PE bukanlah konsep yang sempurna. Ada beberapa fenomena
di pasar yang dipandang sebagai anomali jika dianalisis dengan konsep PE karena
tidak sesuai dengan implikasi konsep PE. Sejak dekade 90-an mulai populer
konsep tandingan yang mengklaim bisa menjelaskan fenomena yang menjadi anomali
bagi konsep PE.
Konsep
tandingan ini, yaitu Behavioral Economics dan Behavioral Finance- dipopulerkan
oleh Prof. Daniel Kahnemann, Prof. Richard Thaler, dan kawan-kawan berdasarkan
riset di bidang psikologi sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Anomali
bahwa di pasar bisa terjadi bubble (gelembung) dan bubble ini bisa diramalkan
akan meletus telah mengorbitkan Prof. Robert Shiller menjadi pemenang Nobel
Ekonomi 2013 bersama dengan Prof. Fama. Jadi Hadiah Nobel Ekonomi 2013
diberikan kepada dua kutub riset yang saling berseberangan konsep dasarnya.
Ketika diminta komentarnya tentang keberhasilan Prof. Shiller
meramalkan meletusnya bubble yang menyebabkan krisis 2008 dan peralihan
millenium. Fama berkomentar bahwa Prof. Shiller sudah meramalkan hal tersebut
setiap tahun sejak pertengahan dekade 90-an, dan hanya terbukti 2 kali. Jadi
keberhasilan dengan peluang sebesar 10%-15% belum bisa dikatakan bebas dari
kebetulan.
Kontroversi selevel clash of the titans di
antara para pemenang Nobel Ekonomi ini menunjukkan bahwa dunia ekonomi keuangan
masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menemukan konsep yang setara dengan
“The Grand Theory of Everything” di bidang sains. Sambil menunggu ditemukannya
konsep baru tersebut (yang rasanya masih lama baru terjadi), para investor
seyogyanya tetap berusaha berinvestasi secara bijak dan rasional untuk
memanfaatkan banyak peluang yang tersedia sambil mewaspadai risiko yang mungkin
timbul. Hal ini sejalan dengan kata-kata bijak “… The test of a first-rate
intelligence is the ability to hold two opposed ideas in mind at the same time
and still retain the ability to function …” ( F. Scott Fitzgerald).
Selamat berinvestasi!
Selamat berinvestasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar