kertas, melainkan dengan kulit kambing yang
sudah disamak. Jadi, pada waktu
seorang juru tulis Palestina yang kenamaan
hendak menyalin sebuah kitab, ia pun
terlebih dahulu memesan gulungan kulit. Kulit
itu disiapkan secara istimewa oleh
seorang penyamak kulit yang ahli.
Juru tulis kenamaan itu sangat memperhatikan
gulungan yang dipesannya, karena ia
sedang menghadapi suatu tugas yang sangat
penting: Ia akan menyalin seluruh
Kitab Nabi Yesaya denngan tulisan tangannya
sendiri!
Di atas meja tulisnya sudah tersedia berbagai
alat tulisnya: beberapa buluh rawa
yang diruncingkan dan semacam dawat khusus yang
dipakainya sebagai tinta. Dengan
memakai dawat itu, tulisan pada kulit kambing
dapat tahan tanpa menjadi luntur
untuk bertahun-tahun lamanya.
Setelah segala alat tulisnya siap, juru tulis
kenamaan itu mulai bekerja. Dengan
teliti ia menyalin kata demi kata pada
lajur-lajur sempit yang membujur di
gulungan panjang itu. Jam demi jam, hari demi
hari, minggu demi minggu ia
bekerja dengan tekun.
Akhirnya selesailah salinan seluruh Kitab
Nabi Yesaya. Kedua ujung naskah yang
tertulis pada gulungan kulit itu
masing-masing dilekatkan pada dua batang kayu,
supaya mudah dibuka untuk dibaca. Bila tidak
dipakai, naskah itu digulung dari
kedua ujungnya sampai tertutup dengan rapat,
lalu diikat dan disimpan dalam
perpustakaan.
Penyamak kulit ahli sudah menyediakan sebuah
gulungan kulit kambing lagi, maka
juru tulis kenamaan itu bekerja terus. Segera
ia mulai menyalin sebuah kitab
lain lagi dari Perjanjian Lama. Sedikit
sekali orang yang semahir dia; sedikit
sekali orang yang seteliti dia bila sedang
membuat salinan baru dari naskah
kuno. Semua gulungan naskah dari kulit hasil
karyanya itu dipakai berkali-kali
dalam kebaktian serta penyelidikan Alkitab,
dan selalu dipelihara baik-baik.
Bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun
sudah lewat. Bangsa Romawi sudah
mulai menjajah daerah Palestina.
Sekelompok ahli Taurat mengungsi ke suatu
daerah yang terpencil di dekat Laut
Mati. Di situ bukit-bukitnya gersang dan ada
banyak gua, tempat binatang buas
membuat liangnya dan lebah hutan menyimpan
madunya. Di situ pula ahli-ahli
Taurat itu membangun semacam benteng, dengan
memakai batu-batu pegunungan yang
ada disekitar mereka.
Di dalam benteng itu mereka membentuk suatu
mazhab agama Yahudi tersendiri, yang
hidup terasing di pegunungan. Mereka
mendirikan semacam persekutuan
persaudaraan, dan hidup sebagai biarawan.
Walau ada kerusuhan di dunia luar,
namun mereka terus menyelidiki Kitab
Perjanjian Lama dari gulungan-gulungan
kulit.
Di antara orang-orang itu ada seorang ahli
perpustakaan. Dialah yang bertugas
memelihara gulungan-gulungan kitab yang
banyak sekali itu. Di samping itu ia pun
mencatat hikayat tentang cara hidup para
anggota persekutuan persaudaraan.
Masa itu memang suatu masa yang penuh
kerusuhan. Ahli perpustakaan itu makin
lama makin cemas. Ia mulai berpikir: Bagaimanakah
kalau orang-orang Romawi atau
musuh-musuh lain datang menyerbu benteng
kita? Lalu timbul kecemasan lain lagi
dalam benaknya: Bagaimanakah aku dapat
menyelamatkan gulungan-gulungan kulit
yang sangat berharga ini? Di manakah tempat
yang paling aman?
Sesudah ia menjelajahi seluruh daerah
pegunungan yang gersang itu, akhirnya ia
menemukan suatu tempat yang aman. Di sebuah
bukit yang terpencil ada beberapa
gua. Gua-gua itu kelihatan kecil, tetapi
setelah ia menyelinap masuk melalui
celah gunung yang sempit, ternyata ruang di
dalamnya cukup luas, lagi bersih dan
kering.
Sesudah ia menjelajahi seluruh daerah
pegunungan yang gersang itu, akhirnya ia
menemukan suatu tempat yang aman. Di sebuah
bukit yang terpencil ada beberapa
gua. Gua-gua itu kelihatannya kecil, tetapi
setelah ia menyelinap masuk melalui
celah gunung yang sempit, ternyata ruang di
dalamnya cukup luas, lagi bersih dan
kering.
Ahli perpustakaan itu pulang dan melaporkan
hasil penjelajahannya. Lalu para
anggota persekutuan itu setuju bahwa
gulungan-gulungan kulit milik mereka
sebaiknya disembunyikan di gua-gua. Nanti
sesudah bahaya peperangan lewat,
mereka dapat megambilnya kembali.
Maka gulungan Kitab Nabi Yesaya itu diambil
dari tempat penyimpannya di
perpustakaan, bersama dengan ratusan naskah
lainnya, besar dan kecil. Tiap kitab
gulungan diikat baik-baik, serta dimasukkan
ke dalam sebuah tempayan dari tanah
liat. Ada yang disembunyikan dalam gua yang
satu, dan ada yang disembunyikan
dalam gua yang lain. Selain para anggota
persekutan persaudaraan itu, tidak
seorang pun yang tahu di manakah mereka
menyimpan harta mereka.
Akhirnya bahaya itu betul-betul datang. Biara
berupa benteng itu dihancurkan,
dan para anggota persekutuan persaudaraan
dibunuh. Jadi, tidak ada seorang pun
yang masih hidup, yang tahu adanya
naskah-naskah yang tersembunyi itu.
Bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, bahkan
beratus-ratus tahun sudah lewat. Di
dalam gua-gua yang gelap, tempayan-tempayan
tanah liat itu masih tetap
melindungi harta yang tersembunyi. Kadang-kadang
ada yang pecah karena ada batu
yang jatuh dari langit-langit gua, dan naskah
yang sudah lapuk itu pun hancur.
Tetapi gulungan Kitab Nabi Yesaya masih tetap
utuh. Hanya saja, . . .
mungkinkah mata manusia akan sempat
membacanya lagi?
Sementara itu, di dunia luar ada juga
salinan-salinan Kitab Nabi Yesaya, tetapi
kurang lengkap. Tidak semua juru tulis
seteliti juru tulis kenamaan yang pernah
membuat salinan kitab gulungan itu ribuan
tahun yang lampau! Di sana sini ada
bagian-bagian kecil yang rupa-rupanya salah
tulis atau dilompati, sehingga orang
yang menyelidiki kitab itu sulit mengerti
ayat-ayat tertentu. Kata-kata nabi itu
seakan-akan tidak ada artinya lagi.
Pada tahun 1947, dua tahun setelah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia,
dan hampir dua ribu tahun setelah
naskah-naskah gulungan kulit itu
disembunyikan, daerah Palestina dikuasai oleh
Kerajaan Yordania.
Pada suatu hari seorang anak laki-laki yang
menjadi gembala pergi mencari madu
hutan di gua-gua dekat Laut Mati. Alangkah
herannya ia melihat tempayan-tempayan
yang berderet-deret di salah satu gua itu!
Melalui celah-celah tempayan yang
sudah retak, anak gembala itu dapat melihat
gulungan-gulungan kulit yang sudah
hampir dua puluh abad umurnya. Ia berlari
pulang dan memberitahu keluarganya
tentang hal luar biasa yang baru ditemukannya
itu.
Tidak lama kemudian, sampailah salah satu
gulungan kulit itu di kota Yerusalem.
Para sarjana memandangnya dengan kagum.
Mereka berusaha membukanya, tetapi tidak
dapat. Kulitnya sudah terlalu tua dan terlalu
lapuk. Sentuhan sedikit saja akan
menghancurkannya.
Gulungan kulit itu harus diselamatkan, agar
tulisan di dalamnya dapat dibaca!
Dengan segala pengetahuan ilmiah modern, para
ahli mencari daya untuk dapat
membukanya. Mereka menggunakan uap air panas,
zat-zat kimia, mikroskop, lampu-
lampu khusus, dan kamera. Sedikit demi
sedikit pekerjaan yang amat sulit itu
terlaksana.
Betapa sukacitanya hati mereka: Gulungan
kulit itu adalah salinan seluruh Kitab
Nabi Yesaya! Belum pernah manusia melihat
sebuah kitab yang setua atau sebagus
itu.
Mungkinkah kitab itu lebih tua daripada
salinan-salinan Kitab Nabi Yesaya yang
sudah biasa dipakai sebagai dasar terjemahan
Alkitab? Mungkinkah kata-kata yang
kurang masuk akal itu ternyata disebabkan
oleh kekhilafan seorang juru tulis
dahulu kala?
Para sarjana Alkitab mulai mencocokkan
bagian-bagian yang belum mereka pahami
dalam salinan-salinan Kitab Nabi Yesaya yang
sudah ada di dalam tangan mereka,
dengan bagian-bagian yang sama dalam naskah
pada gulungan kulit itu.
"Nah, inilah dia! Di sini!"
demikianlah seru salah seorang sarjana Alkitab
dengan girang. "Lihat! Di sini ada
sebagian kecil yang kurang pada salinan kita.
Ada beberapa kata yang terlewat!"
Sekarang mereka mengerti mengapa beberapa
ayat dari Kitab Nabi Yesaya itu
tadinya kurang masuk akal, sebab ada beberapa
kata yang tidak tertulis. Rupa-rupanya
pernah ada seorang penyalin yang memang
kurang teliti.
Tahulah para sarjana Alkitab bahwa gulungan
naskah dari bukit-bukit di dekat
Laut Mati itu merupakan harta yang tak
ternilai harganya. Dengan bantuan
gulungan itu, ada sebanyak tiga belas tempat
di dalam Kitab Nabi Yesaya di mana
terjemahan-terjemahan yang kurang tepat dapat
diperbaiki.
Orang-orang terus berdatangan ke daerah
pegunungan di dekat Laut Mati itu, dan
terus mencari. Betul, sebagaimana mereka
sangka, di dalam gua-gua di bukit-bukit
yang gersang itu masih terdapat beratus-ratus
gulungan kulit lainnya.
Semuanya diamankan. Oleh karena naskah-naskah
itu sudah sangat tua dan sangat
lapuk, maka semuanya harus disimpan dengan
hati-hati. Ada yang diberi tanda:
"Jangan dipegang!" Bahkan ada yang
diberi tanda: "Dilarang bernapas di atas
gulungan ini!"
Gulungan-gulungan yang disalin pada masa
lampau oleh seorang juru tulis kenamaan
serta disembunyikan oleh para anggota
persekutuan persaudaraan itu telah menjadi
harta yang sangat berharga. Pada masa lampau
mereka sendiri tidak menyangka
bahwa benda-benda itu akan tetap tersembunyi
selama dua ribu tahun. Tetapi pada
masa sekarang naskah-naskah yang tertulis di
atas kulit itu dapat digunakan
untuk memperkaya pengertian Alkitab di
seluruh dunia.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar