Jumat, 19 September 2014

KOTA-KOTA PERLINDUNGAN


Kota-kota Suaka/Perlindungan, yg secara asasi disebut dalam Bilangan 35:9-34 dan Yosua 20:1-9; juga dalam Bilangan 35:6; Yosua 21:13,21,27,32,38 dan 1 Tawarikh 6:57,67. Nampak bahwa kota-kota itu berada di antara kota-kota bani Lewi. Ulangan 4:41-43; 19:1-13 membicarakan maksud dari menetapkan kota-kota perlindungan itu (bnd Keluaran 21:12-14).

Dalam hidup umum Israel hukum ganti rugi diterapkan, khususnya dalam hukum pembalasan (lex talionis) (lih Keluaran 21:23-25), yg secara khusus diterapkan dalam soal penumpahan darah (lih Kejadian 9:5; Keluaran 21:12; Imamat 24:17; bnd juga Ulangan 21:1-9). Pada zaman Israel kuno tugas menghukum pembunuh diserahkan kepada go’ el, yaitu keluarga lelaki yg terdekat.

Diadakan perbedaan antara membunuh orang dengan sengaja dan tidak sengaja. Pembunuh yang dengan kemauan penuh harus dibunuh, sedang pembunuh yang tanpa sengaja dapat menerima suaka di salah satu kota perlindungan. Dapat dikatakan bahwa penetapan kota-kota perlindungan itu dalam pokoknya membantu menghindarkan ekses-ekses yang dapat berkembang dari melaksanakan apa yang biasanya disebut ‘pembalasan darah’.

Dalam ‘kitab perjanjian’, yaitu kumpulan tertua hukum-hukum Israel, didapati ketetapan mengenai soal ini (Keluaran 21:12-14). Barangkali kecenderungan pengaturan ini dapat diuraikan sebagai berikut: Israel tahu kebiasaan kuno, yang juga terdapat di antara bangsa-bangsa lain, tentang hal menganggap mezbah atau tempat suci sebagai tempat suaka. Di sini ditetapkan bahwa pembunuh dengan sengaja tidak boleh mendapatkan perlindungan di dekat mezbah, sekalipun pembunuh tanpa sengaja dapat memperolehnya. Tapi mezbah itu mungkin berada di tempat yang amat jauh, dan terlebih-lebih ia tidak dapat terus-menerus berdiri di dekat mezbah, di dalam tempat suci.

Demikianlah Tuhan mengumumkan bahwa Ia berkenan membuat peraturan-peraturan lebih lanjut mengenai hal ini. Ungkapan yg aneh ‘Allah menyerahkannya ke tangannya’ itu telah ditafsirkan dalam arti, bahwa pembunuh tanpa sengaja tadi menjadi alat Allah, dan wajarlah jika Allah melindunginya. Contoh-contoh mezbah sebagai tempat suaka di Israel terdapat dalam 1 Raja 1:50-53; 2:28-34, sedang ungkapan-ungkapan seperti yang dipakai dalam Mazmur 27:4-6; 61:3; Obaja 1:17 menunjukkan bahwa praktik ini dikenal sekali di Israel.

Ada perbedaan khas antara kedua kelompok besar peraturan mengenai kota-kota perlindungan itu, Bilangan 35:9; Ulangan 19:1 (bnd Ulangan 4:41-43). Mengenai peraturan Bilangan 35 yang juga diberikan di dataran Moab (Bilangan 35:1), kita dapat melihat hal-hal berikut. Istilah ‘kota-kota perlindungan, kota-kota tempat melarikan diri’ dipakai.  Pada waktunya Israel harus menetapkan 3 kota di sebelah timur Yordan, dan 3 kota di sebelah baratnya (Bilangan 35:13), kota-kota yg berada di antara kota-kota bani Lewi (Bilangan 35:6). ‘Jemaah’ harus mengucapkan penghakiman terakhir (Bilangan 35:12,24).

(Selama pengembaraan di padang gurun badan ini membuat keputusan-keputusan dlm soal-soal yg demikian itu. Di sini tiada penetapan lebih lanjut mengenai badan apa yg harus bertindak dlm kewenangan yg sama setelah Israel menetap di Kanaan.) Dalam Bilangan 35:16-23 diberikan tolok ukur guna menentukan secara teliti apakah suatu perkara merupakan pembunuhan yg disengaja atau tidak. Pembunuh tanpa sengaja harus tetap berada di kota perlindungan hingga kematian imam besar (Bilangan 35:25,28,32).

Dalam hubungan ini penetapan tinggal di kota itu mendapat sifat pembuangan, atau hukuman (Bilangan 35:28,32). Perhatikan juga ketetapan dari Bilangan 35:30-32, dengan alasan yg penting, yg diberikan di Bilangan 35:33.

Ulangan 4:41-43 menceritakan bagaimana ‘Musa mengkhususkan tiga kota di seberang Yordan, di sebelah timur’. Ulangan 19:1 menetapkan bahwa setelah Kanaan ditaklukkan, tiga kota perlindungan akan ditetapkan di sebelah barat Yordan, dan tiga lainnya jika daerah Israel diperluas lagi (penetapan yang terakhir ini agaknya tidak pernah dilaksanakan). Ditekankan bahwa Israel harus mengusahakan supaya seorang pembunuh tanpa sengaja dapat dengan mudah mencapai salah satu kota perlindungan (Ulangan 19:3,6). Untuk menunjukkan perbedaan antara pembunuhan dengan sengaja dan tidak, teladan diberikan dalam Ulangan 19:5. Para penatua dari tempat kediaman pembunuh harus mengambil keputusan terakhir (Ulangan 19:12).

Menurut Yosua 20 kota-kota perlindungan berikut ini ditetapkan sewaktu Yosua masih hidup: Kadesy, Sikhem, Kiryat-Arba (= Hebron), Bezer, Ramot dan Golan. Yosua 20 menganggap telah diketahui kedua peraturan dalam  Bilangan 35 dan dalam Ulangan 19. Suatu corak baru di sini ialah bahwa para penatua kota-kota perlindungan juga bertanggung jawab (Ulangan 19:4-5).

Tiada sesuatu yang diketahui mengenai hal memanfaatkan hak suaka itu. Kecuali dalam 1 Raja 1:50-53; 2:23-34, hal itu tidak disebutkan, sesuatu yang tidak mengherankan. Mungkin ketika kekuasaan pemerintah pusat menjadi lebih kuat, hak suaka menjadi kurang berarti.

Dewasa ini banyak ahli memberi tarikh penetapan kota-kota perlindungan pada zaman yg lebih kemudian, mis zaman Daud (Albright dll). Tapi agaknya tiada alasan mengapa pengaturan-pengaturan yang dipersoalkan itu, paling sedikit pada intinya, berasal dari zaman Musa. Jelas ini tidak dapat dibicarakan sebagai persoalan yang terpisah, sebab hal itu berhubungan erat dengan tarikh sumber-sumbernya. Cukup mengatakan di sini, bahwa hanya pada zaman kunolah keenam kota itu termasuk daerah Israel. Golan telah hilang segera setelah kematian Salomo, dan Bezer kr thn 850 sM (menurut Batu Moab).

Dua persoalan masih harus dibicarakan.
Pertama, mengapa pembunuh tanpa sengaja harus tetap berada di dalam kota perlindungan hingga kematian imam besar? Jawaban yg diberikan ialah, bahwa kesalahannya berpindah kepada imam besar dan ditebus oleh kematian imam besar. Pandangan yg sama muncul dalam Talmud (Makkoth 26) dan masih dibela oleh antara lain Nicolsky dan Greenberg.

Pandangan ini menarik (bnd Keluaran 28:36-38), namun masih tetap dapat dipersoalkan. Lebih baik menerima pandangan yang mengatakan, bahwa dengan kematian imam besar itu suatu masa tertentu telah ditutup. Mungkin tepat mengikuti van Oeveren dan berkata, ‘Kota-kota perlindungan berada di antara kota-kota suku Lewi: pembunuh tanpa sengaja yang berdiam dalam suatu kota perlindungan, dihubungkan dengan suku Lewi itu; justru kematian imam besar, kepala suku Lewi, menguraikan hubungan tersebut’.

Kedua. Dapatkah dinyatakan mengenai pembunuh tanpa sengaja tadi, bahwa keadilan memberi kesempatan kepada belas kasihan? Mungkin yg paling baik untuk dikatakan ialah, bahwa persoalan itu tak dapat dijawab, sebab PL tidak membedakan antara belas kasihan dan keadilan seperti cara kita membedakannya. Tapi ucapan, bahwa perintah-perintah yg diberikan Tuhan kepada Israel adalah baik dan adil (Ulangan 4:6), pasti menghunjuk juga pada peraturan-peraturan yg bertalian dengan kota-kota perlindungan itu.

Jawaban terhadap kedua pertanyaan ini mempengaruhi soal, sampai di mana kita harus memandang peraturan-peraturan mengenai kota-kota perlindungan itu sebagai Kristologis. Memang Kristus adalah Pelindung kita, tapi tidak bermanfaat mensejajarkan Kristus dengan kota-kota perlindungan lebih terperinci.

Bagi pandangan-pandangan Yudaisme yang kemudian atas peraturan-peraturan ini, lih traktat Misynah Makkoth 2, dan traktat dalam Talmud yg dihubungkan dengan itu (bnd juga Lohr, hlm 34).


KEPUSTAKAAN. N. M Nicolsky, ‘Das Asylrecht in Israel’, ZAW, 48, 1930, hlm 146-175; M Lohr, Das Asylwesen im Alten Testament, 1930; C. L Feinberg, The Cities of Refuge, BS 103, 1946, hl 411-416; 104, 1947, hlm 35-48; R de Vaux, Ancient Israel, 1961, hlm 160-163; WY Albright, Archaeology and the Religion of Israel, 1956, hlm 120-125; M Greenberg, The Biblical Conception of Asylum, JBL 78, 1959, hlm 125-132; B van Oeveren, De Vrijsteden in het Oude Testament, 1968 (ringkasan dlm bh Jerman, hlm 257-260, dan kepustakaan lengkap). NHR/HH (Program SABDA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar