Kota-kota Suaka/Perlindungan, yg secara asasi disebut
dalam Bilangan 35:9-34 dan Yosua 20:1-9; juga dalam Bilangan 35:6; Yosua
21:13,21,27,32,38 dan 1 Tawarikh 6:57,67. Nampak bahwa kota-kota itu berada di
antara kota-kota bani Lewi. Ulangan 4:41-43; 19:1-13 membicarakan maksud dari
menetapkan kota-kota perlindungan itu (bnd Keluaran 21:12-14).
Dalam hidup umum Israel hukum ganti rugi diterapkan, khususnya
dalam hukum pembalasan (lex talionis) (lih Keluaran 21:23-25), yg secara khusus
diterapkan dalam soal penumpahan darah (lih Kejadian 9:5; Keluaran 21:12; Imamat
24:17; bnd juga Ulangan 21:1-9). Pada zaman Israel kuno tugas menghukum
pembunuh diserahkan kepada go’ el, yaitu keluarga lelaki yg terdekat.
Diadakan perbedaan antara membunuh orang dengan sengaja dan
tidak sengaja. Pembunuh yang dengan kemauan penuh harus dibunuh, sedang
pembunuh yang tanpa sengaja dapat menerima suaka di salah satu kota
perlindungan. Dapat dikatakan bahwa penetapan kota-kota perlindungan itu dalam
pokoknya membantu menghindarkan ekses-ekses yang dapat berkembang dari
melaksanakan apa yang biasanya disebut ‘pembalasan darah’.
Dalam ‘kitab perjanjian’, yaitu kumpulan tertua
hukum-hukum Israel, didapati ketetapan mengenai soal ini (Keluaran 21:12-14).
Barangkali kecenderungan pengaturan ini dapat diuraikan sebagai berikut: Israel
tahu kebiasaan kuno, yang juga terdapat di antara bangsa-bangsa lain, tentang
hal menganggap mezbah atau tempat suci sebagai tempat suaka. Di sini ditetapkan
bahwa pembunuh dengan sengaja tidak boleh mendapatkan perlindungan di dekat
mezbah, sekalipun pembunuh tanpa sengaja dapat memperolehnya. Tapi mezbah itu
mungkin berada di tempat yang amat jauh, dan terlebih-lebih ia tidak dapat
terus-menerus berdiri di dekat mezbah, di dalam tempat suci.
Demikianlah Tuhan mengumumkan bahwa Ia berkenan membuat
peraturan-peraturan lebih lanjut mengenai hal ini. Ungkapan yg aneh ‘Allah
menyerahkannya ke tangannya’ itu telah ditafsirkan dalam arti, bahwa pembunuh
tanpa sengaja tadi menjadi alat Allah, dan wajarlah jika Allah melindunginya.
Contoh-contoh mezbah sebagai tempat suaka di Israel terdapat dalam 1 Raja
1:50-53; 2:28-34, sedang ungkapan-ungkapan seperti yang dipakai dalam Mazmur
27:4-6; 61:3; Obaja 1:17 menunjukkan bahwa praktik ini dikenal sekali di
Israel.
Ada perbedaan khas antara kedua kelompok besar peraturan mengenai
kota-kota perlindungan itu, Bilangan 35:9; Ulangan 19:1 (bnd Ulangan 4:41-43).
Mengenai peraturan Bilangan 35 yang juga diberikan di dataran Moab (Bilangan
35:1), kita dapat melihat hal-hal berikut. Istilah ‘kota-kota perlindungan,
kota-kota tempat melarikan diri’ dipakai. Pada waktunya Israel harus menetapkan 3 kota
di sebelah timur Yordan, dan 3 kota di sebelah baratnya (Bilangan 35:13),
kota-kota yg berada di antara kota-kota bani Lewi (Bilangan 35:6). ‘Jemaah’
harus mengucapkan penghakiman terakhir (Bilangan 35:12,24).
(Selama pengembaraan di padang gurun badan ini membuat
keputusan-keputusan dlm soal-soal yg demikian itu. Di sini tiada penetapan
lebih lanjut mengenai badan apa yg harus bertindak dlm kewenangan yg sama
setelah Israel menetap di Kanaan.) Dalam Bilangan 35:16-23 diberikan tolok ukur
guna menentukan secara teliti apakah suatu perkara merupakan pembunuhan yg
disengaja atau tidak. Pembunuh tanpa sengaja harus tetap berada di kota
perlindungan hingga kematian imam besar (Bilangan 35:25,28,32).
Dalam hubungan ini penetapan tinggal di kota itu
mendapat sifat pembuangan, atau hukuman (Bilangan 35:28,32). Perhatikan juga
ketetapan dari Bilangan 35:30-32, dengan alasan yg penting, yg diberikan di Bilangan
35:33.
Ulangan 4:41-43 menceritakan bagaimana ‘Musa mengkhususkan
tiga kota di seberang Yordan, di sebelah timur’. Ulangan 19:1 menetapkan bahwa
setelah Kanaan ditaklukkan, tiga kota perlindungan akan ditetapkan di sebelah
barat Yordan, dan tiga lainnya jika daerah Israel diperluas lagi (penetapan yang
terakhir ini agaknya tidak pernah dilaksanakan). Ditekankan bahwa Israel harus
mengusahakan supaya seorang pembunuh tanpa sengaja dapat dengan mudah mencapai
salah satu kota perlindungan (Ulangan 19:3,6). Untuk menunjukkan perbedaan
antara pembunuhan dengan sengaja dan tidak, teladan diberikan dalam Ulangan
19:5. Para penatua dari tempat kediaman pembunuh harus mengambil keputusan
terakhir (Ulangan 19:12).
Menurut Yosua 20 kota-kota perlindungan berikut ini ditetapkan
sewaktu Yosua masih hidup: Kadesy, Sikhem, Kiryat-Arba (= Hebron), Bezer, Ramot
dan Golan. Yosua 20 menganggap telah diketahui kedua peraturan dalam Bilangan 35 dan dalam Ulangan 19. Suatu corak
baru di sini ialah bahwa para penatua kota-kota perlindungan juga bertanggung
jawab (Ulangan 19:4-5).
Tiada sesuatu yang diketahui mengenai hal memanfaatkan hak
suaka itu. Kecuali dalam 1 Raja 1:50-53; 2:23-34, hal itu tidak disebutkan,
sesuatu yang tidak mengherankan. Mungkin ketika kekuasaan pemerintah pusat
menjadi lebih kuat, hak suaka menjadi kurang berarti.
Dewasa ini banyak ahli memberi tarikh penetapan
kota-kota perlindungan pada zaman yg lebih kemudian, mis zaman Daud (Albright
dll). Tapi agaknya tiada alasan mengapa pengaturan-pengaturan yang dipersoalkan
itu, paling sedikit pada intinya, berasal dari zaman Musa. Jelas ini tidak
dapat dibicarakan sebagai persoalan yang terpisah, sebab hal itu berhubungan
erat dengan tarikh sumber-sumbernya. Cukup mengatakan di sini, bahwa hanya pada
zaman kunolah keenam kota itu termasuk daerah Israel. Golan telah hilang segera
setelah kematian Salomo, dan Bezer kr thn 850 sM (menurut Batu Moab).
Dua
persoalan masih harus dibicarakan.
Pertama, mengapa
pembunuh tanpa sengaja harus tetap berada di dalam kota perlindungan hingga
kematian imam besar? Jawaban yg diberikan ialah, bahwa kesalahannya berpindah
kepada imam besar dan ditebus oleh kematian imam besar. Pandangan yg sama
muncul dalam Talmud (Makkoth 26) dan masih dibela oleh antara lain Nicolsky dan
Greenberg.
Pandangan ini menarik (bnd Keluaran 28:36-38),
namun masih tetap dapat dipersoalkan. Lebih baik menerima pandangan yang
mengatakan, bahwa dengan kematian imam besar itu suatu masa tertentu telah
ditutup. Mungkin tepat mengikuti van Oeveren dan berkata, ‘Kota-kota
perlindungan berada di antara kota-kota suku Lewi: pembunuh tanpa sengaja yang
berdiam dalam suatu kota perlindungan, dihubungkan dengan suku Lewi itu; justru
kematian imam besar, kepala suku Lewi, menguraikan hubungan tersebut’.
Kedua. Dapatkah
dinyatakan mengenai pembunuh tanpa sengaja tadi, bahwa keadilan memberi
kesempatan kepada belas kasihan? Mungkin yg paling baik untuk dikatakan ialah,
bahwa persoalan itu tak dapat dijawab, sebab PL tidak membedakan antara belas
kasihan dan keadilan seperti cara kita membedakannya. Tapi ucapan, bahwa perintah-perintah
yg diberikan Tuhan kepada Israel adalah baik dan adil (Ulangan 4:6), pasti
menghunjuk juga pada peraturan-peraturan yg bertalian dengan kota-kota
perlindungan itu.
Jawaban terhadap kedua pertanyaan ini mempengaruhi soal,
sampai di mana kita harus memandang peraturan-peraturan mengenai kota-kota
perlindungan itu sebagai Kristologis. Memang Kristus adalah Pelindung kita,
tapi tidak bermanfaat mensejajarkan Kristus dengan kota-kota perlindungan lebih
terperinci.
Bagi pandangan-pandangan Yudaisme yang kemudian atas
peraturan-peraturan ini, lih traktat Misynah Makkoth 2, dan traktat dalam
Talmud yg dihubungkan dengan itu (bnd juga Lohr, hlm 34).
KEPUSTAKAAN. N. M Nicolsky, ‘Das Asylrecht in Israel’, ZAW,
48, 1930, hlm 146-175; M Lohr, Das Asylwesen im Alten Testament, 1930; C. L
Feinberg, The Cities of Refuge, BS 103, 1946, hl 411-416; 104, 1947, hlm 35-48;
R de Vaux, Ancient Israel, 1961, hlm 160-163; WY Albright, Archaeology and the
Religion of Israel, 1956, hlm 120-125; M Greenberg, The Biblical Conception of
Asylum, JBL 78, 1959, hlm 125-132; B van Oeveren, De Vrijsteden in het Oude
Testament, 1968 (ringkasan dlm bh Jerman, hlm 257-260, dan kepustakaan
lengkap). NHR/HH (Program SABDA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar