karyadim642.blogspot.com |
Manusia modern merupakan produk dari dua arus
filsafat yang bertentangan di atas, di satu segi mereka optimis terhadap
kemampuan teknologi manusia, tetapi di dalam segi lain, mereka begitu pesimis
terhadap masa depan manusia. Di satu sisi mereka merasa dirinya sudah tiba pada
puncak peradaban manusia, tetapi di sisi lain mereka merasa dirinya makin
tenggelam dalam ketanpa-artian hidup (meaninglessness).
Mereka menolak agama dan kehadiran Allah dalam hidupnya,
tetapi mereka mencari kelepasan melalui mistikisme. Karena itu tidak heran di
dalam cara berpikirnya, juga ada kontradiksi sebagai akibat dua arus di atas,
berikut ini beberapa ciri khas manusia modern.
1.
Humanisme
Istilah ini sebetulnya luas sekali, tetapi secara singkat kami
simpulkan sebagai suatu pandangan hidup yang berpusatkan pada diri manusia
sendiri. Ini merupakan agama, tetapi agama yang tanpa Allah. Di antara sekian
banyak kontributor terhadap pandangan humanisme, ada semacam keseragaman
sebagai berikut:
Ø -Manusia
tidak rusak akibat dosa sejak lahir.
Ø -Tujuan
hidup adalah hidup itu sendiri sekarang bukan di akhirat.
Ø -Dengan
akal manusia dapat meningkatkan kehidupan yang baik.
Ø -Kondisi
utama untuk mencapai kemajuan hidup ialah melepaskan diri dari ikatan tahyul
dan tekanan otoritas.
2.
Naturalisme
Naturalisme ialah pandangan hidup yang
menganggap bahwa alam semesta adalah suatu sistem tertutup yang saling
berinteraksi, tanpa campur tangan dari yang supranatural.
Bagaimana bisa mengerti gejala alam dan proses kehidupan di
dalamnya? Satu-satunya jalan ialah melalui sains, hanya sains yang bisa
memberikan gambaran tentang realita yang sesungguhnya.
Di dalam kaitan dengan teologia Kristen, hal ini
berarti apabila terjadi data-data di dalam Alkitab yang bertentangan dengan
sains (atau sepertinya sains),
misalnya: geologi, astronomi, dan khususnya biologi, maka
pasti Alkitablah yang salah. Pada hakekatnya pengikut naturalisme sudah
mempunyai presuposisi bahwa hal-hal yang supranatural itu tidak ada.
3.
Ateisme Praktis
Ateisme praktis berbeda dengan ateisme dalam hal
bahwa seorang ateis bukan hanya orang yang tidak beragama, bahkan dengan
gamblang menyerang keberadaan Allah.
Akibat pengaruh deisme, dan yang lebih populer belakangan ini
yaitu agnostisisme, maka ateisme sebetulnya tidak terlalu popular lagi. Yang
lebih banyak ialah ateisme praktis, mereka mungkin beragama, tetapi gaya
hidupnya sangat sekuler, keberadaan Allah dengan segala firman yang harus
dilaksanakan manusia secara praktis tidak ada hubungan apa-apa dengan dirinya.
Ateis praktis tidak menyangkali Allah, namun di
dalam setiap usaha mereka sebetulnya berpusat pada dirinya sendiri, mereka
tidak mengenal kehidupan doa yang merupakan pengakuan kebutuhan manusia untuk
bersandar kepada Allah.
Pandangan ini sebetulnya banyak menyusup ke dalam gereja,
khususnya di dalam negara Indonesia yang menganjurkan penduduknya untuk
beragama tersebut.
4.
Pragmatisme
Salah satu problem yang terbesar dari manusia
ialah hilangnya konsep "truth" (kebenaran). Dahulu manusia berpikir
bahwa ada suatu kebenaran mutlak yang menjadi standard kehidupan. Namun sejak
pragmatisme dipopulerkan oleh William James, orang sekarang menganggap bahwa
kebenaran ialah sesuatu yang bisa membawa hasil nyata (truth is what works).
Dengan gagasan ini satu-satunya ujian bagi kebenaran ialah
konsekuensi praktisnya, dengan demikian kebenaran menjadi relatif. Kalau
diterapkan dalam agama berarti ajaran-ajaran atau aspek-aspek dalam agama tidak
bernilai pada dirinya sendiri melainkan pada akibat moral dan psikologisnya.
Pandangan ini mempunyai aspek kebenaran di dalamnya, terkadang kita terpancang
pada kata-kata atau teori-teori kebenaran tanpa memikirkan penerapannya. Namun
perlu diperhatikan,
“Bahwa suatu kebenaran itu biasanya membawa hasil, tetapi
sesuatu yang membawa hasil belum tentu merupakan kebenaran.”
5.
Subyektivisme.
Sebagaimana sudah kami singgung di bagian sebelumnya, akibat dari
aksistensialisme dan juga yang lebih belakangan yaitu pragmatisme; di mana
kebenaran yang universal itu dianggap tidak ada, maka manusia menjadi subyektif
sekali di dalam menilai segala sesuatu.
Pandangan ini dapat dikatakan merupakan suatu usaha untuk
mengerti segala sesuatu dari segi si pelaku itu sendiri, bukan apa yang
dikatakan orang lain, atau tradisi, atau ajaran agama sekalipun. Setiap orang
adalah unik dalam keberadaannya, bahwa dirinyalah yang berpikir, mempertimbangkan
dan memutuskan untuk masa depannya sendiri.
Pandangan ini sebetulnya merupakan reaksi
terhadap tata masyarakat modern yang cenderung bersifat massal, baik di bidang
industri, teknologi, politik dan birokrasi, sehingga seolah-olah pandangan dari
nilai pribadi itu ditelan dalam sistem tersebut.
6.
Nihilisme
Akibat paling fatal dalam cara berpikir manusia modern ialah
nihilisme. Ini merupakan konsekuensi daripada pilihan manusia sendiri yang
tidak mau lagi mengakui keberadaan Allah, kebenaran yang mutlak, dan pemusatan
pada diri manusia sendiri. Sehingga akhirnya manusia merasa dirinya tidak lagi
mempunyai makna hidup (meaninglessness).
Di antara para filsuf, Nietzsche dapat dikatakan
sebagai Bapa Nihilisme, dan hidup secara konsisten dengan pandangan hidupnya
itu. Dia mengatakan kalau tidak ada Allah, tidak ada agama berarti tidak perlu
juga ada norma moral. Setiap orang menciptakan arti hidupnya sendiri, dan
menentukan sendiri apa yang baik dan tidak baik bagi dirinya.
Sayang sekali, sebagai seorang mahasiswa teologia yang brilian
di Bonn, dia harus mengakhiri hidupnya dalam kefrustrasian dan menjadi orang
yang kurang waras mentalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar