Kamis, 17 Juli 2014

AURELIUS AUGUSTINUS

karyadim642.blogspot.com
  Ia merupakan seorang bapa gereja yang pandangan-pandangan
  teologianya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Dilahirkan di
  Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada 13 Nopember
  354. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir dan ibunya bernama
  Monica, seorang ibu yang saleh dan yang penuh kasih. Augustinus lama
  menjadi anggota katekumen, namun tidak bersedia untuk segera
  menerima sakramen baptisan. Ia memulai pendidikannya di kota
  kelahirannya, Tagaste, kemudian belajar retorika dan filsafat di
  Kartago, ibukota provinsi Afrika Utara. Setelah belajar di Kartago,
  Augustinus kembali ke kota kelahirannya dan di sana ia menjadi guru
  retorika. Pada tahun 372 ia pindah ke Kartago dan menjadi guru
  retorika di sana.

  Augustinus mengalami pergumulan yang hebat, yaitu keinginannya untuk
  mencari kebenaran yang sejati yang memberikan kepadanya suatu
  kedamaian hidup. Seluruh perjuangannya dalam mencari kebenaran
  tersebut diuraikannya dalam bukunya yang berjudul "Confessiones"
  (Pengakuan-Pengakuan). Kira-kira tahun 373 ia membaca buku
  "Hortensius", karangan Cicero, yang membawanya menjadi seorang
  pengikut Platonisme. Namun, Platonisme tidak memberikan kepadanya
  kedamaian sehingga ia berpindah lagi menjadi pengikut Manikheisme.
  Sementara itu, Augustinus memelihara seorang wanita dan dari wanita
  ini lahir seorang anak laki-laki yang diberinya nama, Adeodatus.
  Hubungannya dengan wanita ini berlangsung selama lima belas tahun
  lamanya.

  Ibunya, Monica, sangat sedih karena kelakuan anaknya itu. Ia
  senantiasa berdoa dengan bercucuran air mata agar anaknya ini
  bertobat dari jalan yang sesat itu. Monica berkali-kali mengunjungi
  uskupnya untuk meminta nasihatnya. Sang uskup menghibur Monica
  dengan kata-kata, "Anak yang didoakan dengan banyak air mata,
  mustahil ia binasa."

  Tahun 382 Augustinus berangkat ke Roma. Di sini ia membuka sekolah
  retorika, namun sekolahnya itu dipindahkan ke Milano. Di Milano ia
  meninggalkan Manikheisme dan berpindah sebagai seorang pengikut Neo-
  Platonisme. Kemudian ibunya juga datang ke Milano.

  Augustinus sama sekali tidak tertarik kepada Alkitab. Ia menganggap
  bahasa yang dipergunakan oleh Alkitab sangat kasar dan rendah
  mutunya. Banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan aneh.

  Di Milano terdapat seorang uskup yang sangat cakap dalam berkhotbah
  dengan mempergunakan bahasa yang menarik hati. Uskup itu adalah
  Ambrosius. Augustinus ingin berkenalan dengan sang uskup dan sering
  masuk gereja untuk mendengarkan khotbah-khotbahnya. Dari khotbah-
  khotbah Ambrosius, Augustinus kini melihat keindahan dalam Kitab
  Suci. Ia kini menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan hatinya.

  Pada tahun 386 Augustinus sedang duduk dalam taman di rumahnya.
  Tiba-tiba ia mendengar suara anak kecil yang sedang bermain di taman
  mengatakan, "Ambillah dan bacalah!" Suara hatinya mengatakan bahwa
  yang disuruh ambil dan baca tidak lain daripada Alkitab. Ia
  mengambil dan membukanya. Augustinus membaca Roma 13:13-14, "Marilah
  kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta
  pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan
  dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus
  Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat
  tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." Augustinus yakin bahwa itulah
  suara Roh Kudus sehingga ia mengalami pertobatan. Menjelang
  Augustinus dibaptis, pada hari Minggu Paskah 387 di Milano, ia
  bersama ibunya, Adeodatus, dengan beberapa sahabatnya bersemedi di
  Cassaciacum, dekat Milano. Ibunya sangat bergembira dengan
  pertobatan anaknya itu. Maka Augustinus pun dibaptis oleh Uskup
  Ambrosius bersama-sama dengan anaknya, Adeodatus, dan beserta dengan
  sahabatnya, Alypius dan Evodius.

  Sesudah pertobatan dan baptisannya, Augustinus memutuskan
  hubungannya dengan dunia. Harta miliknya dijualnya dan dibagi-
  bagikannya kepada orang-orang miskin. Ia ingin melayani Kristus
  sampai dengan ajalnya.

  Kemudian Augustinus bersama-sama anak dan ibunya, Monika, bersiap-
  siap untuk kembali ke Afrika. Sayang ibunya meninggal dunia di kota
  pelabuhan Ostia sementara menunggu kapal yang akan membawa mereka ke
  negerinya. Augustinus menguburkan ibu terkasihnya di Ostia sesuai
  dengan permintaan Monica menjelang kematiannya, sebagai berikut.
  "Kuburkanlah aku di mana saja dan janganlah dirimu susah karenanya;
  hanya satu perkara aku mohon, yaitu doakanlah aku di altar Allah di
  mana pun engkau berada". Augustinus bersama Adeodatus berserta kedua
  temannya berangkat ke Tagaste.

  Cita-cita Augustinus sekarang adalah hidup sebagai seorang biarawan.
  Tahun 388 ia bersama dengan Alypius dan Evodius membentuk suatu
  semibiara di Tagaste. Anaknya, Adeodatus, meninggal dunia di Tagaste
  pada tahun 390.

  Pada tahun 391 Augustinus berkunjung ke Hippo Regius. Umat di Hippo
  Regius meminta agar Augustinus ditahbiskan menjadi presbiter untuk
  membantu uskup Valerius yang sulit berkhotbah dalam bahasa Latin.
  Tahun 396 Uskup Valerius meninggal dan Augustinus ditahbiskan
  sebagai uskup Hippo Regius pengganti Valerius. Cita-citanya untuk
  hidup dengan damai dalam biara terpaksa ditinggalkannya. Ia menjadi
  uskup Hippo Regius sampai dengan meninggalnya pada 28 Agustus 430,
  ketika suku-suku bangsa Vandal mengepung kota Hippo Regius.

  Augustinus adalah seorang teolog besar dalam sejarah gereja. Ia
  adalah murid Paulus. Ia banyak menulis yang di dalamnya kita dapat
  menimba pandangan teologianya. Ia juga seorang yang dikenal sebagai
  penentang penyesat-penyesat yang gigih. Perlawanannya dengan
  Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan
  sakramen. Baginya, gereja bukanlah persekutuan yang inklusif, yaitu
  yang hanya terdiri dari orang-orang suci. Gereja adalah kudus pada
  dirinya sendiri dan bukan karena kekudusan (kesucian) anggota-
  anggotanya. Di dalam gereja terdapat orang-orang yang baik dan
  orang-orang yang jahat. Di luar gereja juga terdapat pula orang-
  orang yang baik. Nampaknya Augustinus berpendapat bahwa orang-orang
  baik yang berada di luar gereja akan menjadi anggota gereja sebelum
  mereka meninggal.

  Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya sakramen
  bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang melayankan sakramen
  tetapi bergantung kepada Kristus sendiri. Pelayan sakramen hanyalah
  alat dari Kristus. Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima
  sakramen baptisan yang dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan
  diri sebagai sakramen yang sah. Jikalau ada orang Donatisme yang
  kembali kepada gereja yang resmi, mereka tidak perlu dibaptiskan
  kembali.

  Dalam perlawanannya dengan ajaran Pelagius, ia melahirkan pandangan
  teologianya tentang kehendak bebas, dosa turunan, dan rahmat. Ia
  mengajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan Allah dengan karunia-
  karunia adikodrati. Karunia-karunia ini hilang pada waktu Adam jatuh
  ke dalam dosa. Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya
  takluk di bawah dosa. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya
  sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan karena rahmat Allah semata-
  mata. Sesudah Adam jatuh ke dalam dosa, seluruh manusia berada dalam
  keadaan tidak mungkin tidak berdosa. Allah akan memilih orang-orang
  yang akan menerima karunia-Nya. Nampaknya di sini Augustinus
  mengajarkan ajaran predestinasi, ajaran yang kemudian dikembangkan
  oleh Calvin abad ke-16 dan Jansen pada abad ke-18.

  Sepanjang hidupnya Augustinus banyak menulis. Tulisannya yang
  berjudul "Confessiones" ditulisnya sebelum tahun 400. Di dalamnya
  diceritakan riwayat hidup sampai pertobatannya. Karya besarnya yang
  lain adalah "De Civitate Dei" (Kota Allah) dan "De Trinitate"
  (Trinitas). "De Civitate Dei" terdiri dari 22 buku. Sepuluh buku
  pertama menguraikan tentang iman Kristen. Dua belas buku berikutnya
  menguraikan tentang perjuangan kota Allah (Civitas Dei) dengan kota
  dunia (Civitas Terrena). Kota Allah akan mengalahkan kota dunia.
  Yang dimaksudkan dengan Kota Allah adalah gereja dan Kota Dunia
  adalah kerajaan-kerajaan dunia ini, khususnya kekaisaran Roma. "De
  Trinitate" terdiri dari lima belas buku. Sebagian besar merupakan
  kumpulan surat-surat, khotbah-khotbah, dan suatu kumpulan dialog
  filosofis. Tidak lama sebelum kematiannya ia menerbitkan bukunya
  yang berjudul "Retractations", di mana ia meninjau kembali karya
  literernya.

TERTULLIANUS


Quintus Septimius Florens Tertullianus – atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tertullianus. Ia lahir di Kartago, dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir serta terlatih dalam kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan Gereja di wilayah Barat.

Sebelumnya, para penulis Kristen umumnya menggunakan bahasa Yunani – bahasa yang agak fleksibel dan halus, yang cocok digunakan untuk berfilsafat dan berdebat tentang hal-hal sederhana. Acap kali, orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani menggunakan cara berfilsafat seperti ini terhadap keyakinan mereka.

Meskipun Tertullianus, pengacara kelahiran Afrika itu, dapat berbahasa Yunani, ia memilih menulis dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan unsur-unsur moral dan praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara yang berpengaruh ini telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya.

Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubungan-Nya dengan Bapa, Tertullianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih kita pegang: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.

Ketika dia menyiapkan apa yang menjadi doktrin Trinitas, Tertullianus tidak mengambil terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona bukanlah "pribadi" (person), seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan suatu pihak dalam suatu perkara (di pengadilan). Dengan demikian, jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).

Meskipun Tertullianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan Yerusalem (gereja)?" namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut mempengaruhinya. Ada yang berkata bahwa ide dosa asal bermula dari Stoisisme, kemudian diambil alih Tertullianus dan selanjutnya merambat ke Gereja Barat. Agaknya ia berpendapat bahwa roh (jiwa) itu adalah sebentuk benda: seperti tubuh dibentuk ketika pembuahan, maka roh pun demikian. Dosa Adam diwariskan seperti rangkaian genetik.

Gereja-gereja Barat menyimak ide ini, tetapi ide ini tidak dialihkan ke Timur (yang mempunyai pandangan yang lebih optimistik tentang sifat manusia).

Kira-kira pada tahun 206, Tertullianus meninggalkan Gereja untuk bergabung dengan sekte Montanis, sekelompok orang puritan yang bereaksi melawan apa yang mereka anggap sebagai kelonggaran moral di antara orang-orang Kristen. Mereka berharap kedatangan Kristus kedua kali itu segera terjadi. Mereka juga menekankan kepemimpinan Roh Kudus secara langsung, bukan kepemimpinan para rohaniwan yang ditahbiskan.

Meskipun Tertullianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan kuasa dan wibawa para rasul kepada para uskup – namun ia tidak dapat menerima bahwa para uskup memiliki kuasa mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini akan menjurus pada terpuruknya moral. Sementara itu para uskup terlampau yakin akan kuasa tersebut. Bukankah semua orang percaya adalah imam? Apakah ini Gereja para orang kudus yang dikelola mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang kudus dan orang-orang berdosa yang dikelola "kelas" profesional yang dikenal sebagai rohaniwan?

Tertullianus sebenarnya berenang melawan arus. Selama lebih kurang dua belas abad kaum rohaniwan mendapat tempat khusus. Ketika Martin Luther menantang gereja, maka penekanan pada 'imamat semua orang percaya' kembali terangkat.

KOM 220.1 MENGENAL PL/Kitab Sejarah (Hakim-hakim, Rut)