Minggu, 07 September 2014

Arti PERJANJIAN dalam ALKITAB

karyadim642.blogspot.com
PERJANJIAN
Istilah PL berith , (perjanjian), tidak mudah didefinisikan. Tidak ada KATA KERJA yang cocok dalam bahasa Ibrani. Semua upaya untuk menurunkan suatu definisi etimologis telah terbukti tidak meyakinkan.
Namun demikian, sentralitas yang nyata dari konsep ini telah memaksa para ahli untuk memeriksa penggunaan dari kata ini untuk berupaya menentukan arti fungsionalnya.

Perjanjian adalah alat yang digunakan Allah yang Esa dan Benar untuk berurusan dengan manusia ciptaanNya.

Konsep dari perjanjian, pakta, atau persetujuan adalah krusial dalam memahami perwahyuan Alkitab. Ketegangan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia terlihat jelas dalam konsep perjanjian ini.

Beberapa perjanjian berdasarkan secara eksklusif pada sifat dan tindakan-tindakan Allah.

     1.     Penciptaan itu sendiri (Kejadian 1-2)
     2.    Pemeliharaan dan janji kepada Nuh (Kejadian 6-9)
     3.    Pemanggilan Abraham (Kejadian 12)
     4.    Perjanjian dengan Abraham (Kejadian 15)

Namun demikian, sifat utama perjanjian adalah menuntut suatu tanggapan
1. Oleh iman Adam harus mentati Allah dan tidak memakan buah dari pohon yang ditengah-tengah Eden.
2. Oleh iman Abraham harus meninggalkan keluarganya, mengikuti Allah, dan percaya akan keturunan yang akan dating.
3. Oleh iman Nuh harus membangun perahu yang besar jauh dari air dan mengumpulkan binatang-binatang.
4. Oleh iman Musa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir ke gunung Sinai dan menerima panduan khusus bagi kehidupan keagamaan dan sosial dengan janji-janji berkat dan kutuk (Ulangan 27-28).

Ketegangan yang sama yang melibatkan hubungan Allah dengan manusia dibicarakan dalam “perjanjian baru.” Ketegangan ini bisa jelas terlihat dalam membandingkan Yehezkiel 18 dengan Yehezkiel 36:27-37 (tindakan YHWH).

Apakah perjanjian ini berdasarkan tindakan-tindakan kemurahan Allah atau tanggapan manusia yang dimandatkan?

Ini adalah masalah yang panas dari Perjanjian Lama dan yang Baru. Sasaran keduanya adalah sama:
(1) pemulihan persekutuan dengan YHWH yang hilang dalam Kejadian 3 dan
(2) penetapan suatu bangsa yang benar yang mencerminkan sifat Allah.

Perjanjian yang baru dari Yeremia 31:31-34 menyelesaikan ketegangan ini dengan menghilangkan prestasi manusia sebagai cara untuk mencapai penerimaan. Hukum Allah menjadi suatu hasrat dari dalam dan bukannya suatu kitab undang-undang hukum eksternal. Sasaran untuk bangsa yang benar dan saleh tetap sama, namun metodologinya berubah. Manusia yang jatuh membuktikan diri mereka sendiri tidak layak untuk menjadi gambar cerminan Allah. Masalahnya adalah bukan perjanjian Allah, namun keberdosaan dan kelemahan manusia. (Roma 7; Galatia 3).

Ketegangan yang sama antara perjanjian-perjanjian PL yang tak bersyarat dan bersyarat tetap ada dalam PB.


Keselamatan adalah sungguh-sungguh cuma-cuma dalam karya paripurna Yesus Kristus, namun ini mensyaratkan pertobatan dan iman (baik di awal dan seterusnya). Ini merupakan suatu pengumuman hukum dan sebuah panggilan kepada keserupaan dengan Kristus, suatu pernyataan tanda penerimaan dan suatu bentuk perintah kepada kesucian! Orang-orang percaya tidak diselamatkan oleh prestasi mereka, namun kepada ketaatan ( Efesus 2:8-10). Hidup saleh menjadi bukti dari keselamatan, bukan cara mendapatkan keselamatan. Namun demikian, hidup kekal memiliki sifat-sifat yang dapat diamati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar